– Sebuah Wasiat Akan Kekuatan Iman kepada Allah swt —
Oleh : Furhan Ahmad Hamza Quresh (Kanada) & Rizwan Khan (AS)
Terjemah oleh : Farhana Ahmad
Catatan: Beberapa narasi sedikit diedit agar lebih ringkas dan jelas.
Pada tanggal 8 Maret 2022, Maulana Mubarak Ahmad Nazir, Kepala Pendiri Jamia Ahmadiyah (Institut Bahasa dan Teologi Ahmadiyah) Kanada, telah meninggal dunia pada usia 87 tahun. Beliau merupakan orang yang luar biasa yang mampu meninggalkan jejak abadi pada semua orang yang diberi kesempatan bertemu dengannya. Sebagai seorang Muballigh, ceramahnya mampu membuat para pendengar terpukau dan terinspirasi. Beliau merupakan seorang pria yang rendah hati, sekaligus mulia dan anggun dalam perkataan dan perbuatannya. Maulana Mubarak Ahmad Nazir telah meninggalkan warisan moral yang tinggi, yang dapat diteladani oleh setiap Ahmadi.
Dalam Khotbah Jum’at tanggal 18 Maret 2022, Yang Mulia Khalifah Kelima sekaligus Pemimpin Jemaat Muslim Ahmadiyah Sedunia, Yang Mulia Hazrat Mirza Masroor Ahmad (aba) menceritakan banyak nilai baik yang ada dalam diri beliau dan menyatakan bahwa, ‘Dia merupakan orang yang sangat tidak mementingkan diri sendiri, memiliki kepercayaan yang penuh kepada Allah, mengabdikan diri untuk berdoa dan senantiasa bersyukur dengan kemampuan yang dimilikinya. Dia memiliki semua ciri seorang darwis. Setiap kali saya melihat dia, seakan orang yang benar-benar suci hadir di hadapan saya.’
Dengan rasa hormat, di bawah ini kami sajikan beberapa narasi yang mengilhami iman yang menyoroti berbagai aspek karakternya.
Kepercayaannya kepada Allah
Mengenai kepercayaan Maulana Mubarak Ahmad Nazir kepada Allah SWT, Yang Mulia Khalifah Kelima (aba) menyatakan bahwa:
‘Anak-anaknya telah berbagi pengalaman mereka; sebagian besar menulis bahwa ayah mereka memiliki keimanan yang teguh kepada Allah SWT dan kepada hari akhir. Beliau memiliki keyakinan yang kuat kepada Khilafat (Kekhalifahan) dan Nizam Jemaat. Beliau memiliki kepercayaan yang besar kepada Allah SWT. Beliau sering berkata bahwa Allah SWT tidak akan pernah meninggalkannya dan akan selalu membantunya, dan memang dengan cara seperti inilah Allah SWT memperlakukannya.’ Putri bungsu beliau juga menulis tentang sebuah kejadian:
‘Suatu ketika di Sierra Leone, ketika sebuah masjid sedang dibangun dan para pekerja meminta upah mereka, ayah saya tidak memiliki cukup dana untuk membayar mereka. Oleh karena itu, beliau mengatakan kepada para pekerja bahwa mereka harus kembali keesokan harinya dan beliau akan memberikan mereka upah. Keesokan paginya ketika Maulana Mubarak Ahmad Nazir keluar dari rumahnya, dia melihat para pekerja sedang berdiri di sana, sementara uang untuk upah mereka belum disiapkan. Dia mengatakan kepada para pekerja bahwa dia masih tidak punya uang, namun dia sedang berdoa dan mereka harus menunggu sebentar lagi dan Insya Allah, Allah SWT akan segera menyediakannya. Sementara itu, tiba-tiba sebuah mobil datang ke arahnya dan dia diberi sebuah amplop yang didalamnya berisi uang. Maulana Mubarak Nazir diberitahu oleh orang itu bahwa seseorang telah mendengar bahwa dia sedang membangun sebuah masjid dan seseorang itu mengirim sejumlah uang untuknya. Sebelum ayahku sempat bertanya siapa yang mengirim uang, mobil itu segera melesat pergi setelah memberikan amplop itu. Dia yakin bahwa Allah SWT telah mendengar doanya dan dia menggunakan uang itu untuk membayar para pekerja.’
Asif Khan Mujahid, seorang Imam yang ditempatkan di Kanada, menulis:
‘Sebelum pensiun, Maulana Mubarak Nazir adalah tetangga saya di Peace Village (Kanada). Suatu malam saya sedang berjalan pulang, ketika saya melihat dari kejauhan bahwa Maulana Mubarak Nazir sedang berdiri di dekat pintu belakang mobilnya. Saat itu punggungnya membelakangi saya. Ketika saya mendekat, saya melihat ada beberapa perlengkapan rumah di dalam mobilnya. Saya tahu semenjak beliau memasuki usia tua, sangat sulit baginya untuk berjalan dari mobil dan menaiki tangga sampai ke rumahnya. Saya bermaksud untuk membantunya, dan ketika saya mengucapkan Salam (Assalamu’alaikum) dari belakangnya, saya perhatikan bahwa dia tidak melihat ke dalam mobil, dia sedang melihat ke bawah dan berdoa, seolah-olah dia berkata kepada Allah SWT, “O Allah, kirimkan bantuan.” Setelah mendengar Salamku, Maulana Mubarak Nazir menoleh sedikit ke arahku dan membalas Salamku, dan tanpa melihatku, dia berkata, “Bawa ini ke depan pintu rumah.” Mendengar ini, saya merasa terkejut sekaligus takjub. Dia mengucapkan perkataan itu dengan amanah, seolah-olah dia tahu bahwa doanya akan diterima, dan Allah akan mengirimkan pertolongan kepadanya. Saya adalah saksi nyata bahwa setiap kali dia membutuhkan bantuan dia akan segera berdoa, dan dari suatu tempat seorang penolong ‘secara kebetulan’ akan datang.’
Hubungan yang mendalam dengan Allah
Maulana Abdul Rashid Anwar Sahib, Penanggung Jawab Misionaris Kanada, menulis:
‘Hubungan dengan Allah adalah topik pembahasan favoritnya. Ketika berbicara, dia seolah-olah sedang berjalan di jalan hubungan dengan Allah. Seolah-olah dia menasihati seseorang berdasarkan pengalaman pribadinya sendiri, seolah-olah dia mengatakan bahwa jalan ini dipenuhi dengan kesenangan besar, dan saya mengundang Anda ke sana. Saya beruntung bisa menjabat sebagai anggota Dewan Viva Jamia Ahmadiyah di bawah pimpinan Maulana Mubarak Ahmad Nazir. Setelah perkenalan dengan keluarga siswa, beliau meminta para siswa yang pernah melihat mimpi yang jadi kenyataan menceritakannya kepada beliau. Ketika seorang siswa menceritakan mimpinya, mata beliau akan dipenuhi dengan percikan dan kebahagiaan yang tak bisa dilukiskan. Setelah murid itu pergi, beliau akan mengatakan bahwa hubungannya dengan Allah sudah cukup baginya untuk lulus. Dari sini, kita dapat melihat bahwa bagi Maulana Mubarak Ahmad Nazir, hubungan dengan Allah adalah kualifikasi terpenting bagi seorang calon Muballigh yang akan menyebarkan agama Allah.’
Naveed Mangla, Pemimpin dan Penanggung Jawab Misionaris Jamaah Muslim Ahmadiyah di Belize, yang merupakan salah satu murid beliau di angkatan pertama Jamia Ahmadiyah Kanada, menyatakan:
“Kami tidak hanya mendengar tentang kepastian dan keyakinannya akan keberadaan Tuhan Yang Maha Esa dalam ceramahnya, tetapi kami dapat melihat hal itu dalam keberadaannya. Nikmat terbesar-Nya pada kita, usahanya untuk mendekatkan hati kita kepada Tuhan Yang Maha Esa, hingga saat terakhirnya. Di seluruh Jamia, dan sebagai Muballigh In-Charge, usahanya adalah agar kita dapat memiliki hubungan yang kuat dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Suatu kali, dia menelepon kami dan berkata, “Tujuan sebenarnya dari Jamia adalah bahwa, dalam tujuh tahun ini, Anda dapat mengembangkan hubungan yang sangat dalam dengan Tuhan Yang Maha Esa, seolah-olah Anda telah melihatnya, sehingga setelah Jamia, Anda dapat memberi tahu orang-orang tentang hal itu. Tuhan yang telah kamu lihat dari pengalamanmu.”
Dia memiliki hubungan yang sangat dalam dengan Tuhan Yang Maha Esa. Berkali-kali kita dapat merasakan bahwa Allah SWT mengabulkan doa Maulana Mubarak Ahmad Nazir dan membimbingnya. Ketika kami telah menyelesaikan ujian Shahid (tahun terakhir), dan tesis/skripsi kami, hasilnya dikirim Ke Yang Mulia (aba). Karena itu, kami merasa sangat gugup menunggu hasil yang akan datang. Pada suatu malam, Maulana Mubarak Ahmad Nazir menemui kami dan mengatakan kepada kami bahwa, “Jangan khawatir, Allah SWT mengatakan kepada saya bahwa sebagian besar dari kalian akan lulus.” Dia memberi tahu kami bahwa dia melihat dalam mimpi bahwa kami sedang berlomba, dan banyak dari kami telah mencapai garis finis dalam perlombaan itu.”
Salah satu muridnya yang lain dari Jamia (Institut Bahasa dan Teologi Ahmadiyah), Zahid Abid Sahib, Imam di Calgary, Kanada, menulis:
“Maulana Mubarak Nazir yang terhormat memiliki banyak nilai baik, di mana ada dua di antaranya yang paling besar. Pertama, ia memiliki kepercayaan penuh terhadap keberadaan Tuhan Yang Maha Esa. Kedua, dia memiliki cinta tak terbatas untuk Khilafat. Saya mendapat kehormatan menjadi bagian dari angkatan pertama Jamia Ahmadiyah Kanada dan saya mendapat kehormatan menjadi salah satu muridnya. Sebagai kepala sekolah, beliau berupaya agar semua siswa menjadi orang yang saleh dan menjalin hubungan pribadi dengan Tuhan. Suatu kali, selama ujian ketika seorang siswa tidak menulis apa-apa, dia pergi dan bertanya apa ada masalah. Siswa tersebut berkata, “Saya sedang menunggu ilham.” Mendengar jawaban seperti ini, orang umumnya mengira itu adalah lelucon dan tertawa, tetapi ia mengungkapkan kebahagiaan yang luar biasa karena muridnya memiliki keyakinan akan keberadaan Tuhan dan mengetahui bahwa Tuhan adalah Maha Kuat dan bisa melakukan apa saja.”
Putra Maulana Mubarak Ahmad Nazir menceritakan bahwa:
“Hanya beberapa jam sebelum ayah kami meninggal, kami memijat tangannya di kedua sisi tempat tidur. Dia berkata untuk melepaskan tangannya sehingga dia bisa berdoa. Dia juga berkata dengan mata terbuka, dan menatap tajam ke arah kami, bahwa waktunya telah tiba, dan bahwa “Saya tidak takut mati – saya memiliki keyakinan yang teguh bahwa Allah saya, akan mengampuni kekurangan saya.”
Farhan Iqbal Sahib, seorang Imam di Ottawa, Kanada, yang merupakan muridnya di Jamia Ahmadiyah Kanada, menceritakan:
“Dia seringkali berkata, “Ketika kita lahir, kita menangis dan semua orang tertawa. Tetapi ketika kita mati, kitalah yang harus tertawa sementara orang lain menangis.” Saat menjelaskan hal ini, dia akan mengatakan bahwa ini hanya bisa terjadi jika kita memenuhi persyaratan Wakaf (pengabdian hidup) kita dan mematuhi prinsip-prinsip dari taqwa (kebenaran). Dia juga sering mengingat wahyu dari Hadhrat Masih Mau’ud:
‘Jika kamu akan mengabdi kepada-Ku, seluruh dunia akan menjadi milikmu.’
Dia kemudian mengingatkan bahwa dengan mengabdikan hidup kita, kita harus membangun hubungan dengan Allah SWT. Jika kita mampu membangun hubungan itu, maka kita tidak akan memiliki kekhawatiran di dunia ini.
Cinta untuk Nabi Suci (saw)
Aizaz Khan, seorang Imam di Peace Village, Kanada, menyebutkan bahwa dalam sebuah wawancara yang diambil untuk MTA, Maulana Mubarak Nazir menceritakan kejadian inspiratif yang menyoroti berkah dari menghafal Qaseedah (sajak) Ya Ayna Faydhillahi wal irfani, yang ditulis oleh Hadhrat Masih Mau’ud (as) memuji Nabi Suci (saw). Maulana Mubarak Nazir menceritakan:
“Saya harus mengikuti ujian BSc namun saya sangat lemah dalam pelajaran kimia. Saya tidak dapat mengingat begitu banyak rumus, terutama dalam kimia organik. Kemudian saya pergi menemui Maulvi Sahib (Hazrat Maulawi Ghulam Rasul Sahib Rajeki (ra) – Sahabat Hadhrat Masih Mau’ud (as)) dan berkata, “Maulvi Sahib, ingatanku memudar.” Kemudian dia berkata, “Ingatan memudar? Pelajari Qaseedah – Ya Ayna Faydhillahi wal Irfani.” (Ujiannya sekitar satu atau dua bulan lagi.) Dia berkata, “Pelajari Qaseedah; itu akan meningkatkan ingatan kamu dan kamu akan memperoleh cinta dari Nabi (saw) yang dipalu ke dada Anda, dipaku ke dalam diri Anda.” Jadi, saat itu saya pergi dan meletakkan semua buku dan mulai belajar Qaseedah. Ke mana pun saya pergi, saya akan membaca Ya Ayna Faydhillahi wal Irfani, Yas’aa Ilaikal Khalqu kazzam’aani [O (Anda yang adalah) Sumber kemurahan hati Allah dan pemahaman yang sempurna tentang Allah, orang-orang bergegas ke arah Anda dengan haus.] Ibuku berkata, “Mubarak, ujian sudah dekat, alih-alih buku kimia yang kamu baca, kamu sekarang malah sedang belajar Qaseedah …” Dia berkata, “Saya khawatir.” Kemudian saya berkata, ‘Tidak, tidak, Maulvi Sahib berkata, bahwa saya harus belajar Qaseedah.” Entah bagaimana, saya hafal semua isi Qaseedah sebanyak 70 ayat. Dua hal terjadi kepada saya, ingatan saya meningkat dan saya memperoleh cinta dari Nabi (saw). Hal itu dapat meningkatkan ingatan saya dan saya lulus ujian dengan cemerlang.”
Asif Khan Mujahid meriwayatkan:
‘Suatu ketika dia menasihati saya bahwa, “Untuk meningkatkan hubungan dengan Tuhan, seseorang harus menekankan Durood [memohon berkah pada Nabi Suci saw]. Jangan pernah melepaskan Durood, karena hal ini merupakan kunci dari kerohanian.”’
Diterimanya Doa
Aizaz Khan menceritakan sebuah peristiwa penerimaan doa Maulana Mubarak Ahmad Nazir:
“Maulana Mubarak Ahmad Nazir pernah mengatakan bahwa ketika dia di kelas empat, ayahnya kembali dari Afrika dan saat itu dia tidak lulus di kelasnya. Dia khawatir bagaimana dia akan bertemu dengan ayahnya ketika dia kembali. Dia masuk ke sebuah ruangan dan mulai berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah untuk memberinya kesuksesan di sekolahnya. Ajaibnya, dia lulus dan ini menunjukkan kepadanya bahwa ada Tuhan yang mendengarkan doa.”
Bantuan Menakjubkan
Aizaz Khan menceritakan kejadian luar biasa lainnya di mana Allah SWT membantu Maulana Mubarak Ahmad Nazir pada saat dibutuhkan:
“Dia menyebutkan sebuah kejadian ketika dia sedang mengemudi di Afrika dan mengambil gaji gurunya, yang merupakan sejumlah uang yang cukup besar. Kebetulan salah satu bannya bocor. Mobilnya berada di lereng sehingga tidak bisa dinaikkan, dan tidak ada batu di sekitarnya yang bisa dia taruh di bawah ban untuk menahan mobil. Saat itu sudah larut malam. Mobil yang dia bawa tidak memiliki lampu, dan dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dia tiba-tiba melihat dari kejauhan ada seorang pria datang ke arahnya, dengan membawa sebuah batu besar di kepalanya. Maulana Sahib mengatakan bahwa seharusnya dia meminta batu itu agar dia bisa menggunakannya, tetapi dia bahkan tidak memintanya. “Saya sangat yakin bahwa itu adalah malaikat yang membawa ini sehingga saya bahkan tidak menanyakannya. Saat dia mulai mendekat, saya mengambil batu itu dari kepalanya dan meletakkannya di belakang mobil. Dia duduk dengan tenang. Dia tidak mengatakan sepatah kata pun. Saya meletakkan batu untuk mengganjal ban dan melakukan semua yang perlu dilakukan. Pria itu beranjak dan mengambil batu itu, meletakkannya di kepalanya dan pergi. Saya juga pergi ke arah lain. Terkadang Anda dapat melihat keajaiban seperti ini. Siapa bilang Tuhan itu tidak ada?”
Kasih Sayang untuk Kemanusiaan
Karena kecintaan Maulana Mubarak Ahmad Nazir dan hubungan beliau dengan Allah SWT, maka beliau sangat berbelas kasih terhadap semua ciptaan Allah.
Cucu perempuannya, Aansa Mirza menceritakan:
“Kadang-kadang kami melihat Nana Jaan (kakek dari pihak ibu) terisak-isak dan kami melihat bahwa dia sedang melihat iklan di TV yang menampilkan anak-anak yang membutuhkan. Penderitaan akan selalu membuatnya menangis dan berdoa.”
Salah satu murid Maulana Mubarak Ahmad Nazir, Tariq Azeem Sahib, Pemimpin dan Penanggung Jawab Misionaris Jamaika, menceritakan sebuah insiden belas kasih dan rasa sakitnya bagi orang lain. Dia menyatakan:
“Suatu ketika, ketika keponakan saya meninggal diumurnya yang masih kecil, saya memberitahu hal ini kepada Maulana Mubarak Nazir dan meminta doa untuk saudara perempuan saya. Begitu dia mendengar hal ini, air mata mulai mengalir dari matanya dan dia mulai menangis karena kesedihan. Bahkan saya tidak menangis sekencang-kencangnya saat keponakan saya meninggal. Karena bingung, saya bertanya kepadanya, “Bagaimana saya bisa meningkatkan rasa belas kasih seperti itu bagi orang lain di dalam hati saya? Saya tidak akan pernah bisa menangisi kesedihan orang lain.” Mendengar ini, dia menjawab, “Berdoalah kepada Allah SWT agar dia menanamkan cinta kemanusiaan dalam hati Anda.” Setelah kejadian ini, dia menelepon kakak perempuan saya dan menyampaikan belasungkawa.’
Kesimpulan
Kehidupan Maulana Mubarak Ahmad Nazir adalah bukti dari kekuatan iman kepada Tuhan. Kapan pun dia membutuhkan bantuan, dia akan selalu meminta kepada Tuhan dan sebagai balasannya, dia selalu mendapat pertolongan dan tidak pernah ditinggalkan dengan tangan kosong. Dia mendorong semua muridnya agar melakukan hal yang sama—untuk menyerahkan ketidakberdayaan mereka ke hadapan Tuhan dan lihat bagaimana Tuhan akan membalikkan keadaan demi kebaikan mereka. Pada saat murid-muridnya tidak dapat mengerjakan ujian dengan baik dan merasa putus asa, dia mengumpulkan semua orang di aula pertemuan dan mengingatkan kepada mereka akan Kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Beliau menggerakkan cinta yang mendalam dan kepercayaan kepada Tuhan, dengan penuh semangat beliau menghimbau kepada para siswa untuk berpegang teguh pada ambang Ilahi dan menyaksikan keajaiban penerimaan doa. Dia mengutip bait Urdu Hadhrat Masih Mau’ud as:
‘Saya kehilangan kendali hati saya ketika saya merenungkan tugas yang sulit ini;
O, Pelindung hidupku! Kirimkanlah pasukan malaikat.’
(Barahin-e-Ahmadiyya, Bagian 5, Terjemahan B.Inggris., hal. 214)
Ketenangan dan kepuasan luar biasa yang dirasakan para siswa setelah mendengar kata-kata penyemangat ini tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Namun demikian, ketika dia berbicara berdasarkan keyakinan dan kepercayaannya sendiri kepada Tuhan, kata-katanya terukir di dalam hati kami, dan kami belajar bahwa tidak ada yang mustahil dan kunci semua kesuksesan adalah doa.
Meringkas nilai-nilai baik yang dimiliki Maulana Mubarak Ahmad Nazir, Yang Mulia Khalifah Kelima (aba) berkata,
“Dia adalah seorang Muballigh yang mempraktekkan apa yang telah dia khotbahkan, itulah sebabnya ceramahnya sangat memberikan pengaruh yang luar biasa, namun dia sangat rendah hati di hadapan Khilafat. Semoga Allah SWT mengangkat derajatnya, membuat keturunannya dapat mengikuti jejaknya, menerima doa-doanya untuk kebaikan mereka, dan semoga Allah SWT terus menganugerahkan jemaat ini dengan orang-orang yang memberikan pelayanan tanpa pamrih. Para Muballigh yang telah lulus dari Jamia Canada ini secara khusus menulis banyak kejadian tentang bagaimana Maulana Mubarak Ahmad Nazir telah melatih mereka, mengajari mereka bagaimana melakukan tabligh (ceramah), mengajari mereka tentang moral dan iman. Para Muballigh ini telah memperoleh banyak sekali ilmu darinya. Mereka harus menetapkan dalam pikiran mereka bahwa kejadian-kejadian ini bukan hanya untuk diingat; namun, para Muballigh harus menerapkannya dalam tindakan mereka. Semoga Allah Yang Maha Kuasa menuntun mereka untuk dapat melakukannya.’
Tentang Penulis:
Furhan Qureshi adalah Imam Jamaah Muslim Ahmadiyah dan lulusan Institut Bahasa dan Teologi Ahmadiyah di Kanada. Saat ini beliau menjabat sebagai Profesor di Institut Bahasa dan Teologi Ahmadiyah Kanada, Asisten Editor untuk Canadian Ahmadiyah Gazette, dan tampil di berbagai program MTA (Muslim Television Ahmadiyah). Dia juga merupakan anggota tim the Existence Project.
Rizwan Khan adalah Imam Jamaah Muslim Ahmadiyah dan lulusan Institut Bahasa dan Teologi Ahmadiyah di Kanada. Pada tahun 2013 ia ditugaskan untuk menjabat sebagai Imam Jamaah Muslim Ahmadiyah di Amerika Serikat. Dia telah berkhidmat di Houston sejak tahun 2017.