Kenangan Emas Bersama Khalifatul Masih ke II Bag. IV

Kenangan Emas Bersama Khalifatul Masih ke II Bag. IV

Satu Contoh Cara Tarbiyat Untuk Anak-Anak

                Pada masa-masa mudanya, anak-anak tertarik untuk mendengarkan cerita-cerita. Untuk tarbiyat anak-anak beliau, Hadhrat Mushlih Mau’ud(r.a.) juga menerapkan cara ini. Suatu kali beliau mulai menceritakan satu kisah kepada anak-anak yang telah cukup besar untuk memahaminya. Ini mulai sesudah shalat isya dan berlanjut selama kira-kira setengah jam. Ini berlangsung untuk beberapa minggu. Ceritanya tidak diambil dari buku cerita. Beliau telah memilih sejumlah dari ajaran Islam dan memberi cerita-cerita itu warna Islami dan membuatnya begitu menarik sehingga anak-anak begitu tertarik sehingga kumpulan anak-anak itu dengan semangat menunggu cerita itu untuk malam berikutnya. Ini adalah cara tarbiyat anak-anak secara filsafat dan baru. Selain dari ini, beliau memulai Darsul Qur’an di rumah kami yang selesai selama berbulan-bulan. Dalam daras-daras ini, beliau menerangkan bagian-bagian dari Kitab Suci Al-Qur’an yang berhubungan dengan Allah Ta’ala dan Sifat-Sifat-Nya, derajat yang tinggi dari Nabi Suci Muhammad(s.a.w.) serta ajaran-ajaran akhlak dan kemasyarakatan Islam. Orang-orang di kalangan kami, yang dapat menulis, mencatat juga. Beliau telah menyebutkan mengenai catatan-catatan ini dalam surat beliau yang diberikan kepada saya ketika saya bertolak menuju Mesir, dan beliau bersabda, “Engkau juga dapat mengambil manfaat dari catatan-catatan yang engkau tuliskan selama daras”.

                Banyak saudara [Ahmadi] yang menanyakan mengenai jam-jam kerja beliau. Jawaban saya adalah bahwa saya tak dapat menggambarkan rincian-rinciannya. Saya berikan di bawah ini dua kejadian dari pengalaman saya sendiri.

                Ketika ada tersisa dua atau tiga bulan dalam ujian sekolah saya, saya biasa begadang dalam persiapan ujian saya. Saya belajar hingga pukul 2 dini hari. Bapak saya biasa datang ke kantornya sesudah shalat isya. Kamar saya juga dilewati beliau menuju kantor. Sesudah selesai belajar, saya bersiap untuk pergi tidur, saya mendengar langkah kaki beliau dan mengetahui bahwa beliau sedang menuju kamar untuk tidur. Ini adalah kebiasaan beliau sehari-hari.

                Seperti telah saya sebutkan, saya memberikan perhatian sepenuhnya pada belajar saya pada akhir tahun akademis. Pada hari-hari itu, ujian universitas kami diselenggarakan di bulan Maret dan April. Lazimnya bapak saya biasa pergi ke Sungai Bias dan juga akan membawa saya beserta beliau.

                Tapi tahun ini, saya sedang mempersiapkan ujian Maulwi Fadhil (gelar Bahasa Arab) saya dan sedikit gugup tersebab ujian ini biasanya sukar sekali. Seperti telah disebutkan, saya selalu belajar keras pada akhir tahun akademis. Saya mengira jika beliau juga membawa serta saya maka tahun ini, pelajaran saya akan sungguh menurun. Saya gembira sebab bapak saya tidak menyuruh saya menyertai beliau pada waktu itu. Hanya setelah dua hari, seorang pelayan membawa surat yang menyatakan beliau akan mengirimkan sebuah tonga (seekor kuda penarik kereta) kepada saya dan saya hendaknya menyertai pelayan itu dan datang ke sungai. Saya sangat merasakan hal itu sebab itu adalah hari-hari ketika saya belajar dengan sungguh-sungguh. Tapi saya tidak berani membantah. Maka saya membungkus sebagian dari buku-buku saya dalam kotak dan tiba di Phero Cheechi. Ketika saya tiba di sana, saya menyalami beliau. Beliau menyuruh saya untuk pergi bersama beliau dan beliau akan menunjukkan tenda saya kepada saya. (Anak-anak laki-laki biasa tinggal di tenda-tenda, sebab rumah yang kecil itu menjadi pemondokan sederhana tempat bapak saya, ibu-ibu dan saudari-saudari saya biasa tinggal). Ketika saya melihat tenda saya, ada kasur saya dan di sisi lain ada kursi dan meja dengan lampu minyak kerosin bersama dengan kotaknya. Ada penunjuk waktu juga di meja. Arang yang sedang menyala kotak penghangatnya berada di salah satu sudut. Sesudah menunjukkan tenda saya, beliau pergi.

                Saya meletakkan buku-buku saya di meja dan sesudah makan malam dan shalat isya saya datang ke tenda saya dan mulai belajar. Saya belajar hingga pukul 4 dini hari dan pergi tidur. Pada pagi hari, pengawal Hudhur, Abdul Ahad Khan, membangunkan saya untuk shalat subuh. Saya mengambil wudhu dan pergi shalat dan sesudah shalat saya kembali ke tenda dan tidur lagi. Saya telah satu jam tidur lelap, ketika pelayan datang dan membangunkan saya mengatakan bahwa Hadhrat Sahib memanggil saya untuk sarapan. Ketika saya pergi, beliau menyuruh saya untuk siap-siap berburu. (Di sini, saya ingin menggambarkan pakaian berburu beliau. Beliau mengenakan celana ringkas (breeches) dan sebuah jaket pendek. Di kepala beliau mengenakan sebuah lungi – sejenis ikat kepala berwarna almond).

                Selama berburu, para staf yang menyertai dan perbekalan biasanya berada di perahu yang lebih besar dan ada satu perahu kecil yang di dalamnya bapak saya yang terhormat, Dr. Hasymatullah dan saya (bila saja saya ada di sana) duduk. Seorang pemburu yang berpengalaman biasa mengemudikannya. Bapak saya duduk di tengah dan di belakang beliau biasa duduk Dr. Hasymatullah dan saya sendiri. Di sisi perahu ada beberapa semak-semak untuk menjebak burung-burung seakan-akan beberapa semak terapung di sungai dan [burung-burung] tidak boleh ditakut-takuti. Ketika jarak antara burung-burung yang sedang berenang di sungai atau sedang duduk di tepinya makin mendekat, setiap orang dari kami tiarap agar burung-burung itu tidak terbang menjauh. Karena saya telah belajar sepanjang malam, saya tertidur pada waktu saya tiarap. Ketika tiba waktunya untuk menembak, Dr. Hasymatullah berusaha untuk membangunkan saya. Saya masih setengah bangun (sadar), ketika saya mendengar bapak saya memberi-tahukan beliau untuk membiarkan saya tidur sebab saya telah belajar sepanjang malam. Kini hal itu jelas bahwa beliau sendiri yang telah berjaga (bangun), hanya beliau yang dapat memberi-tahukan bahwa saya telah belajar sepanjang malam. Jika beliau menghabiskan sedikit waktu untuk rekreasi pada siang hari, beliau telah bekerja pada sebagian besar waktu malam membaca dan memeriksa surat-surat [yang datang] setiap hari, menelaah laporan-laporan dari nazarat (departemen Jama’at), memberikan perintah-perintah dan keputusan-keputusan kepadanya dan melakukan kerja-kerja akademis lainnya. Kini inilah jawaban yang saya berikan atas pertanyaan saudara-saudara yang telah menanyakan atau bahkan yang hari ini menanyakan saya mengenai jam-jam kerja beliau. Perkiraan umum saya adalah bahwa lazimnya beliau bekerja tujuh belas hingga delapan belas sehari. Ini mengingatkan saya pada sebaris kalimat dari Hadhrat Nawab Mubarakah Begum(r.a.) (saudari beliau) yang beliau tulis pada hari-hari terakhir sakitnya beliau (Hudhur) yang memohon do’a khusus bagi kesehatan beliau. Beliau mengatakan:

“Bangunlah! Wahai pengikut Ahmad, bangun; berdo’a bagi beliau;

Dia yang tidak tidur bermalam-malam untuk berdo’a bagi kalian.

                Saya sedang membahas tentang hari-hari belajar saya. Saya ingin menulis beberapa peristiwa lagi dari hari-hari sesudah ujian Maulwi Fadhil saya. Itu adalah musim panas tapi masih ada beberapa waktu dalam pengumuman hasil ujian kami. Bapak saya telah pergi ke Palampur, sebuah bukit peristirahatan, selama beberapa bulan dan seperti biasa, saya beserta beliau. Di sana saya menerima telegram hasil ujian saya. Dengan karunia Tuhan, saya lulus ujian dengan nilai-nilai baik. Bapak saya amat bahagia mendengar kabar ini. Beliau berulang-ulang bersabda bahwa Nasir Ahmad(r.h.) adalah anak yang sangat teratur belajarnya, dikenal pertama kali dan Mubarak Ahmad terus dengan nilai-nilai bagus. Sebagai tanda kegembiraan, beliau memutuskan bahwa besok semua akan pergi piknik termasuk para anggota rumah tangga, para staf dan saudara-saudara Jama’at yang telah datang dari kota-kota lain untuk menjumpai bapak saya. Beliau sendiri memberikan perintah-perintah kepada juru masak agar jamuan khusus disiapkan. Beliau memesan jamuan-jamuan yang baik untuk waktu minum teh. Pagi berikutnya ibu saya memberi-tahu saya bahwa bapak secara pribadi telah mengawasi persiapan hidangan hingga larut malam.

                Inilah cara yang anak-anak hendaknya digalakkan dan salah satu cara tarbiyat yang tidak langsung bagi mereka. Ini menumbuhkan rasa hormat (harga diri) dalam diri mereka agar anak-anak tidak melakukan hal yang mungkin menyakitkan para orang tua mereka.

                Sesudah menamatkan pendidikan agama saya, saya mempersiapkan untuk ujian sekolah menengah saya. Sebelum ujian, bapak saya memberikan beberapa arahan kepada saya yang saya berikan di bawah ini supaya para pelajar Jama’at boleh mengambil manfaat darinya.

  • Ingatlah bahwa sebelum pergi ujian, makanlah sesuatu [makanan] di rumah walaupun kalian tidak perlu mengenyangkan diri.
  • Berangkatlah paling lambat setengah atau sejam dari rumah kalian ke tempat ujian. Para pelajar yang berpikir bahwa ada banyak waktu untuk sampai di tempat, kadang-kadang terluput dari (terlambat) ujian karena musibah tak terduga di jalan.
  • Bacalah lembar pertanyaan dua atau tiga kali. Jawablah soal-soal yang relatif lebih mudah dahulu dan kemudian mencoba [soal-soal] yang sukar.
  • Lengkapi lembar jawaban sebelum waktunya [selesai], supaya kalian boleh memeriksa kembali untuk mengadakan perbaikan yang perlu paling kurang satu kali jika diperlukan. Dengan memeriksa kembali lembar jawaban, kalian boleh melakukan sejumlah perbaikan yang mungkin meningkatkan nilai kalian.
  • Ambil perhatian untuk menulis nomor ujian pada kertas ujian. Ada pelajar-pelajar yang lupa untuk menulis nomor ujian. Bacalah juga petunjuk-petunjuk/perintah lainnya yang dituntut untuk dilakukan.
  • Berdo’alah sebelum meninggalkan rumah kalian untuk ujian. Berdo’alah lagi secara khusus sebelum mulai menulis kertas jawaban.
  • Jangan tidur larut malam selama hari-hari ujian supaya pikiran kalian tidak lelah pada pagi harinya.

                Sesudah lulus ujian sekolah menengah saya, bapak mendaftarkan saya ke Government College, Lahore. Hanya beberapa hari berlalu ketika saya mendapat surat dari beliau yang saya tuliskan di bawah ini agar para pembaca boleh mengetahui betapa beliau peduli akan nilai-nilai, ajaran-ajaran Islami dan menyajikan kehidupan Islam hakiki yang ditanamkan pada anak-anak Hadhrat Mushlih Mau’ud(r.a.). Beliau menulis:

                “Semoga Tuhan menganugrahi engkau kekuatan untuk mengkhidmati agama dan membimbing pada kehidupan Islam hakiki. Setiap orang mencintai anak-anaknya. Tapi itu merupakan kewajiban seorang mukmin bahwa dia mencintai Jama’at Ilahi lebih dari pada anak-anak, kehidupan, kekayaan, kehormatannya dan segala sesuatu yang lain. Engkau juga akan menjadi orang yang kusayangi sebanyak engkau mencintai agama dan siap untuk mempersembahkan pengorbanan-pengorbanan bagi agama Ilahi ini.”

                Itu adalah saat-saat ketika anak-anak dari orang-orang kaya, raja, maharaja, pemimpin dan nawab didaftarkan ke Government College, Lahore dan orang-orang yang sebelumnya telah belajar di Perguruan Tinggi bergengsi kota itu. Ini adalah masa kekuasaan Inggris. Oleh sebab itu, adalah nyata bahwa kebanyakan orang berpakaian dengan gaya pakaian Inggris. Pakaian mereka adalah sesuai dengan dandanan masa itu. Saya membuat kesalahan dengan mengambil pakaian yang disiapkan dan selalu mengenakannya.

                Kira-kira dua atau tiga bulan berlalu ketika seorang pengusaha Ahmadi dari Neela Gumbad, Lahore yang mempunyai toko yang berada pada jalan yang saya lewati ke tempat kuliah melihat saya dengan pakaian Eropa dan menulis surat kepada bapak saya bahwa beliau sangat pedih melihat saya berbusana pakaian asing.

                Ketika surat itu sampai ke Qadian, bapak saya mengirim sepucuk surat kepada saya melalui seorang pegawai dari kantor Private Secretary beliau. Beliau menulis bahwa beliau telah menerima pengaduan mengenai saya bahwa saya berpakaian dengan celana dan jas gaya Barat dan beliau pedih membacanya. Beliau tidak mengizinkan saya memakai jenis pakaian itu. Saya hendaknya membuang pakaian itu untuk dibakar.

                Saya menulis jawaban saya berikut ini atas surat itu yang saya kirimkan kepada bapak saya. Saya menulis surat kepada beliau bahwa saya telah menyelesaikan pendidikan agama saya di bawah perintah beliau. Sejauh yang saya ketahui, Islam tidak menetapkan pada apa yang dipakai dan yang tidak. Al-Qur’an Suci hanya menyebutkan satu pakaian yang adalah pakaian Taqwa. Oleh sebab itu, sebagai Khalifah, beliau tidak dapat memerintahkan saya untuk memakai suatu jenis pakaian tertentu. Tapi itu menjadi kewajiban seorang anak untuk taat kepada bapaknya dan saya pasti akan taat pada perintah beliau dan tidak akan mengenakan pakaian itu di masa mendatang.

                Persoalan lainnya adalah membakar pakaian itu dan saya tidak setuju dengan beliau. Ada sejumlah pelajar Ahmadi yang belajar di perguruan-perguruan tinggi di Lahore pada masa itu. Sebagian dari mereka adalah kawan-kawan saya juga. Saya akan memberikan pakaian itu kepada mereka dan mereka akan memakainya.

                Ini adalah kejadian pada masa muda saya. Saya memberikan surat itu kepada pegawai dan memintanya untuk menyampaikan kepada bapak saya.

                Tahun demi tahun bergulir dan tahun 1955, bapak saya harus pergi ke Eropa untuk perawatan medis karena penikaman oleh seorang penentang ketika Hudhur sedang melaksanakan shalat ashar di Masjid Mubarak, Rabwah. Bilah pisau telah hampir mencapai urat nadi leher dan sepotong logam patah di dalam tubuh. Saya juga termasuk dalam rombongan yang menyertai beliau. Saya memohon izin bahwa saya akan membayar biaya-biaya perjalanan dengan biaya pribadi sebab saya ingin membawa istri dan putri saya beserta saya pada perjalanan itu. Izin diberikan. Sesudah tiba di Inggris saya pergi keliling Eropa beserta keluarga saya.

                Sebelum bertolak dalam perjalanan saya ke Eropa, bapak saya memberikan sepucuk surat kepada saya yang ditujukan kepada menejer Auto Company mengatakan bahwa beliau telah memesan dari mereka mohon disampaikan kepada putra beliau yang membawa surat itu. Ini adalah sebuah mobil Hillman Minx.

                Ini adalah salah satu dari tiga mobil baru, bapak saya telah menyediakan baginya dalam perjalanan itu. Ketika saya pergi ke sana, saya dapati bahwa itu telah didaftarkan oleh perusahaan asuransi. Ini adalah mobil untuk saya gunakan selalu kunjungan saya ke Eropa dan tinggal di London. Ini juga adalah manfaat pertama yang datang dari biaya saya sendiri bahwa saya mendapatkan kemudahan angkutan dan kami mengawali tur keliling Eropa. Pada hari-hari itu, Hudhur sedang tinggal di Zurich (Swiss) untuk perawatan. Beliau berada dalam perawatan spesialis medis terkenal Dr. Rossiere. Saya secara teratur mengabarkan kepada bapak saya tentang rincian-rincian program saya beserta nama-nama hotel tetap saya tinggal sementara selama hari-hari itu.

Sumber: Ahmadiyya Gazette Canada, February 1994, hal. 14-17. terjemah oleh SM Mln. Muharim Awaludin

Terkait

Kenangan Emas Bersama Khalifatul Masih ke II Bag. III

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *