Tulisan ini adalah kenangan-kenangan emas dari perjalanan hidup yang penuh kebijaksanaan dari Khalifah Ahmadiyah ke-II yaitu Hadhrat Miza Basyiruddin Mahmud Ahmad ra. yang dituliskan oleh putra beliau yaitu Hadhrat Mirza Mubarak Ahmad rh. Dari kenangan-kenangan ini kita bisa belajar banyak hal. Tulisan ini akan dimuat dalam bebarapa seri. Redaksi Ahmaditalk memberi rasa penghargaan khusus kepada Mln. Muharim Awaluddin yang telah menerjemahkan kisah-kisah ini.
SAYA MENGAWALI DENGAN NAMA ALLAH, YANG MAHA PENGASIH MAHA PENYAYANG
DENGAN KARUNIA DAN RAHMAT TUHAN
Sebelum saya mulai menulis apa yang saya lihat dengan mata saya sendiri atau dengar dengan telinga saya sendiri dari Hadhrat Mushlih Mau’ud(r.a.), saya yakin bahwa itu perlu untuk menyebutkan latar belakang sejarah nubuwatan, kelahiran, masa muda beliau dan apa yang Hadhrat Maulana Nuruddin, Khalifatul Masih I(r.a.) sabdakan mengenai beliau.
- Hadhrat Masih Mau’ud(a.s.) pergi ke Hoshiarpur tanggal 22 Januari 1886 dan tinggal di lantai atas dari rumah Syaikh Mehr Ali, seorang yang mulia dari Hoshiarpur. Beliau menghabiskan masa empat puluh hari dalam berdo’a dan mujahadah. Setelah ini, nubuwatan MUSHLIH MAU’UD diberikan kepada beliau oleh Tuhan yang berawal dengan kata-kata berikut:
“Aku anugrahkan kepada engkau satu tanda kasih sayang-Ku atas permohonan-permohonan engkau dan telah memuliakan do’a-do’a engkau dengan pengabulan melalui kasih sayang-Ku”.
Nubuwatan ini diumumkan tanggal 20 Februari 1886 melalui sebuah selebaran.
- Hadhrat Mushlih Mau’ud dilahirkan tanggal 12 Januari 1889 (9 Jumadi Tsani 1326 H).
- Hadhrat Masih Mau’ud(a.s.) wafat pada hari Selasa 26 Mei 1908 pukul 10 pagi di kediaman Hadhrat Dr. Sayyid Muhammad Hussain di kota Lahore. Shalat jenazah pertama bagi beliau diimami oleh Hadhrat Maulana Nuruddin(r.a.) pada hari yang sama pukul 2.30 petang dan jasad beliau dibawa dari Lahore ke Batala dengan kereta api yang tiba di sana pukul 10 malam. Dari Batala, saudara-saudara [Ahmadi] membawa jasad suci itu ke Qadian dengan mengusungnya di pundak mereka – sejauh sebelas mil dan tiba di sana pagi hari pukul 8. Pada hari yang sama yakni 27 Mei 1908, para Ahmadi yang hadir di Qadian memilih Hadhrat Hakim Maulana Nuruddin(r.a.) sebagai penerus pertama beliau dan Khalifatul Masih. Setiap orang yang hadir mengikrarkan bai’at di tangan beliau.
Hadhrat Khalifatul Masih I(r.a.) mengimami shalat jenazah bagi beliau sesudah shalat ashar dan saudara-saudara [Ahmadi] mempunyai kesempatan terakhir untuk melihat majikan mereka dan jasad suci itu dibaringkan di tempat peristirahatan terakhir pada pukul 6 petang di tanah beberkat Bahisyti Maqbarah, Qadian.
- Sesudah enam tahun, Hadhrat Khalifatul Masih I(r.a.), wafat pada pukul 2 siang tanggal 13 Maret 1914. Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad(r.a.) terpilih sebagai Khalifah kedua pada hari Sabtu 14 Maret 1914. Beliau mengimami shalat jenazah bagi Hadhrat Khalifatul Masih I(r.a.), disertai dua ribu orang Ahmadi dan dimakamkan di Bahisyti Maqbarah, di samping majikan beliau.
- Saya memberikan beberapa kutipan dari Hadhrat Khalifatul Masih I, mengenai kecerdasan dan ketakwaan dari Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad dan keyakinan beliau terhadapnya.
Sebagai berikut:
- Selama sakit beliau, Hadhrat Khalifatul Masih I(r.a.), menunjuk Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad(r.a.) sebagai Imam dalam shalat-shalat. Maulwi Muhammad Ali menyampaikan kepada Hudhur (melalui Hadhrat Hafiz Rosyan Ali(r.a.)), “Ada banyak ulama besar dalam Jama’at. Adalah tidak adil menunjuk Mian Sahib sebagai Imam dalam kehadiran mereka.” Hudhur menjawab, “Bagi Allah, yang terbaik di antara kalian adalah dia yang paling baik dalam takwa. Aku tidak melihat seorang lain yang muttaqi seperti Mahmud”. Beliau selanjutnya bersabda, “Mungkinkah aku menyuruh Maulwi Muhammad Ali untuk mengimami shalat-shalat?” (Al-Fazal 19 Januari 1940)
- Atas restu Hadhrat Khalifatul Masih I(r.a.), Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad(r.a.) shalat Jum’at pertama dengan kehadiran beliau (Hudhur I) tanggal 29 Juli 1910. (Beliau berusia 21 tahun pada masa itu). Dalam khutbahnya beliau menerangkan ayat ‘Innaloha ya’muru bil ‘adli wal ihsan (QS An-Nahl:91). Hadhrat Khalifatul Masih I(r.a.) begitu gembira mendengarkan penjelasan yang bagus dan indah ini yang dengan kecintaan beliau bersabda:
“Mian Sahib telah menyampaikan khutbah yang bagus dan amat bagus. Jika kalian renungkan, itu akan menjadi yang terbaik. Aku menilai khutbah ini amat tinggi dan secara positif mengatakan bahwa khutbah ini mempunyai unsur-unsur luar biasa di dalamnya.” (Al-Hakam 28 Oktober 1911)
Pada peristiwa lain, seorang saudara ingin mengetahui penjelasan (tafsir) dari satu ayat Al-Qur’an Suci. Hadhrat Khalifatul Masih I bersabda, “Pergilah ke Mian Mahmud. Dia akan menjelaskannya kepada engkau.”
- Hadhrat Khalifatul Masih I(r.a.), bersabda mengenai Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad dalam satu ceramah yang disampaikan di Ahmadiyya Building, Lahore bulan Juni 1912:
“Mian Mahmud kini telah dewasa. Pergi dan bertanyalah kepadanya, dia taat sepenuhnya kepadaku. Seorang peng-kritik mungkin berkata bahwa dia tidak dengan sungguh-sungguh setia. Tapi tidak. Aku sepenuhnya mengetahui bahwa dia dengan tak ada keraguan berserah diri dan begitu taat hingga tak seorang pun di antara kalian adalah seperti dia”. (Badar, Qadian 28 Juni 1912)
- Pada kewafatan Hadhrat Masih Mau’ud(a.s.), para penentang Jama’at mulai melakukan beberapa penentangan. Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad(r.a.) menjawab mereka dalam bentuk buku “SIAPA YANG DAPAT MENGHENTIKAN CAHAYA KEBENARAN?” Sesudah membacanya Hadhrat Khalifatul Masih I bersabda kepada Maulwi Muhammad Ali: “Maulwi Sahib! Sesudah kewafatan Hadhrat Masih Mau’ud(a.s.) kalian berdua dan aku telah menjawab kritik-kritik yang beredar. Tapi Mian telah mengungguli kita berdua.”
Di sini saya ingin memberikan beberapa pengenalan mengenai Maulwi Muhammad Ali sebab generasi muda kita dan para mubayyi’in baru tidak banyak mengetahui tentang beliau.
Beliau adalah salah seorang sahabat Hadhrat Masih Mau’ud(a.s.). Sesudah pemilihan Khalifah kedua, beliau tidak mengikrarkan bai’at kepada Khilafat dan meninggalkan Qadian menuju Lahore dan membentuk Jamaatnya sendiri yang terpisah. Dia menolak untuk menerima Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad (putra tertua dari Hadhrat Masih Mau’ud(a.s.)) sebagai Khalifah yang dipilih oleh kebanyakan Jama’at. Lebih dari dan di atas ini, dia mengingkari derajat tinggi dari Hadhrat Masih Mau’ud dan mulai menyebut beliau sebagai MUJADDID atau MUJADDID AZAM.
Pendapat Sayyidina Hadhrat Khalifatul Masih I(r.a.), yang dikutip sebelumnya, dengan jelas menunjukkan bahwa gesekan ini telah mulai berjalan terhadap Khilafat Ahmadiyah dan Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad tepat dalam masa hidup beliau (Hudhur I). Hadhrat Khalifatul Masih I benar-benar mengetahui bahwa tak seorang pun dari antara mereka akan terpilih sebagai Khalifah. Mereka telah mulai desas-desus kampanye berkasak-kusuk dalam Jama’at dengan selebaran-selebaran gelap dan pemanfaatan sarana-sarana lainnya. Mereka berusaha untuk menekan Hadhrat Khalifatul Masih I(r.a.), bahwa Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad tidak taat kepada beliau yang secara mutlak beliau tolak dalam pidato beliau di Ahmadiyya Building, Lahore (Silakan lihat kutipan di atas).
Kini, ini adalah jelas dari kata-kata Hadhrat Khalifatul Masih I bahwa Tuhan telah mengabarkan kepada beliau bahwa Hadhrat Mirza Basyiruddin adalah putra yang dijanjikan dari Hadhrat Masih Mau’ud(as.).
Untuk menjaga Jama’at dari fitnah ini, Hadhrat Mirza Basyiruddin telah mulai mengadakan upaya-upaya dari pihak yang berlawanan. Beliau dengan sangat merasa bahwa untuk maksud ini, sebuah surat kabar mutlak perlu. Tanpa ini, para anggota Jama’at yang tersebar di seluruh negeri tidak akan dapat menyadari keadaan yang sebenarnya. Beliau berpendapat bahwa tanpa ini, kita tidak dapat mempunyai hubungan kuat antara Pusat dan Jama’at-Jama’at di luarnya. Merasakan perlunya percetakan, beliau mengawali penerbitan surat kabar ‘Al-Fazal’ pada bulan Juni 1913. Pada permulaannya, apa yang ada, saya kutip di bawah ini pernyataan beliau sendiri:
“Dengan yakin kepada Tuhan, dan menaati perintah-perintah Hadhrat Khalifatul Masih I, saya mengumumkan peresmian surat kabar ini. Surat kabar ‘Badar’ dekat dengan kita karena kedudukannya sendiri. Surat kabar ‘Al-Hakam’ adalah laksana lampu yang menyinarkan dan diterbitkan secara berkala. Bila saja, ia terbit, ia berat (berbobot) di kalbu-kalbu (hati) orang-orang karena ke-jalal-an nya (kegagahannya). Review of Religions adalah di luar batas kita dan kita tidak dapat memimpikan untuk menjangkau (memahami)nya. (Maulwi Muhammad Ali waktu itu adalah editornya).
Saya adalah tanpa sarana dan tanpa uang. Saya mempunyai hidup saya sendiri yang adalah pada pengkhidmatan Jama’at. Bagaimana saya dapat menawarkan apa yang saya tidak punya? Jama’at memerlukan surat kabar yang dapat menggerakkan kalbu-kalbu para Ahmadi dan mencampakkan kemalasan mereka. Itu adalah untuk mendorong kecintaan mereka dan membangkitkan semangat mereka. Surat kabar ini sedang berada pada derajat ketinggian dekat cakrawala. Bagi saya mengharapkannya adalah seperti mengharapkan cakrawala. Tidak pula hal ini atau hal itu yang memungkinkan. Akhirnya tekat hati saya menghasilkan buah dan saya berharap beberapa pemikiran akan timbul. Tuhan telah menanamkan dalam hati istri saya seperti pada Hadhrat Khadijah(r.a.). Dia mengetahui bahwa untuk membelanjakan uang bagi [penerbitan] surat kabar, adalah seperti melemparkan uang ke sungai yang mengalir, khususnya yang pemimpinnya adalah Mahmud yang, dalam hari-hari ini adalah paling dipojokkan dari semuanya. Dia memberikan kepada saya dua potong perhiasannya untuk dijual dan memulai [penerbitan] surat kabar ini. Kerja sama yang penuh kecintaan ini bukan hanya memberikan saya tangan-tangan yang dengannya saya dapat mengkhidmati Jama’at tapi juga mengubah satu lembaran baru dalam kehidupan saya. Hal itu membuktikan tanda keselamatan bagi seluruh Jama’at. Saya sering kali takjub apa yang dapat saya lakukan jika Tuhan tidak menolong saya dengan cara ini. Apa pintu pengkhidmatan lain yang terbuka bagi saya dan macam mana ini dapat terus menghentikan perpecahan yang sedang berlangsung”.
Wanita yang mempersembahkan perhiasannya untuk mengawali penerbitan surat kabar ‘Al-Fazal’ adalah Ummi Nasir(r.h.), ibundaku yang tercinta, yang dipilih oleh Hadhrat Masih Mau’ud(a.s.) sebagai istri bagi putra tertua beliau. (Saya mohon do’a bagi keberkatan untuk almarhum ibu saya).
Lanjut : Kenangan Emas Bersama Khalifah Ahmadiyah Ke-II Bag. 2