Keberkatan Seorang Khalifah Dalam Kehidupan Ahmadi

Keberkatan Seorang Khalifah Dalam Kehidupan Ahmadi

Oleh : Cepy Sofyan Nurzaman

Pendahuluan

Dari masa ke masa Allah Ta’ala telah mengutus para Nabi dan Rasul pilihan-Nya untuk menegakkan kembali iman dan tauhid yang hampir sirna di muka bumi ini. Sebagaimana Allah Ta’ala telah membangkitkan Nabi Musa as. di kalangan kaum Bani Israil dan Nabi Muhammad saw. juga telah diutus kepada bangsa Arab. Mereka datang untuk menegakkan kembali iman dan tauhid yang hilang di kalangan umat manusia di muka bumi ini. Akan tetapi, tugas suci Rasulullah saw. pada saat itu dalam menyampaikan ajaran Islam belum mencapai ke seluruh dunia sesuai yang ditugaskan Allah Ta’ala dalam Al-Quran: “Dan tidaklah Aku mengutus engkau kecuali sebagai Rahamt bagi seluruh alam.” (Q.S: Al-Anbiya: 108) Namun demikian agama dan ajaran yang Rasulullah saw. bawa telah sempurna hingga akhir zaman sebagaimana dikemukakan dalam Al-Quran: “Hari ini telah Kusempurnakan agamamu bagimu, telah Kulengkapkan nikmat-Ku atasmu dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu.“ (Q.S : Al-Maidah:4)

Allah Ta’ala telah memenuhi janji-Nya untuk meneruskan kembali misi yang diamanatkan kepada Rasulullah saw. Dimana ketika beliau saw. wafat, Allah Ta’ala telah meneggakkan Khalifatur Rasyidin sebagai pemimpin umat Islam di masa itu. Mereka adalah Khalifah pertama, Hz. Abu Bakar Ashidiq ra.; Khalifah kedua Hz. Umar bin Khatb ra; Khalifah ketiga Hz. Usman Bin Affan, ra; Khalifah keempat Hz. Ali bin Abi Tholib, ra. Para Khalifah Rasulullah saw. begitu penuh berkat dan sangat besar jasanya dalam mengembangkan agama Islam ke luar Arab. Sehingga Agama Islam mencapai kemajuan dan perkembangan yang pesat hingga ke beberapa negeri di luar Arab. Rasulullah saw. juga telah berpesan dan menubuatkan bahwa kondisi terbaik Islam itu hanya akan sampai 3 abad setelah peninggalan beliau saw. Rasulullah saw. pernah bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah mereka yang hidup pada abadku, kemudian mereka yang datang berikutnya dan kemudian mereka yag datang berikutnya.” (Sahih Bukhari) Kemudian kondisi umat Islam setelah itu akan mengalami kemunduran dan pertikaian diantara sesama. Masa-masa sulit ini akan dialami umat Islam lebih kurang selama seribu tahun. Akan tetapi Rasulullah saw. telah memberikan khabar suka tentang kejayaan Umat Islam di akhir zaman, yakni akan terjadi di masa kedatangan Imam Mahdi dan Masih Mau’ud, bahwa Islam akan mencapai ke seluruh pelosok dunia.

Pada awal abad ke 14 telah muncul seseorang yang mendakwakan diri diutus Allah Ta’ala sebagai Imam Mahdi dan Al-Masih yang dijanjikan oleh Rasulullah saw. Orang yang dijanjikannya itu adalah Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. dari Qadian India. Kedatangannya persis dengan tanda-tanda yang telah dinubuatkan oleh Rasulullah saw. Atas perintah Allah Ta’ala, maka pada tanggal 23 Maret 1889 beliau as. medirikam sebuah Jamaah sebagaimana beliau as. bersabda: “Ini adalah perintah suci yang aku sampaikan hari ini. Wahyu yang aku terima terkait dengan ini, yakni, ‘Jika sudah kamu putuskan dalam kalbumu, maka tawakallah kepada Allah dan buatlah bahtera di bawah pengawasan kami dan wahyu Kami. Mereka yang melakukan baiat dengan kamu, sebenarnya melakukan baiat dengan Allah. Tangan Tuhan berada di atas tangan mereka.” [1] Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. sejak saat itu telah mendirikan Jemaat Ahmadiyah yang akan melanjutkan dakwah Rasulullah saw. ke seluruh dunia.

Salah satu tugas beliau as. dan Jemaat Ahmadiyah adalah akan menyempurnakan misi yang telah diberikan kepada Rasulullah saw. yakni memenangkan agama Islam di seluruh dunia. Sebagaimana dalam Al-Quran Allah Ta’ala berfirman : ”Dia-lah Yang mengirimkan Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semmua agama walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (Q.S. Al-Shaff : 10) Sebelum kewafatan Pendiri Jemaat Ahmadiyah pada tanggal 26 Mei 1908 di Lahore, Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. telah memberikan wasyiat kepada para pengikutnya. Yakni perjuangan dan dakwah Islam ini akan terus dilanjutkan dengan kehadiran Kudrat kedua sebagaimana beliau as. bersabda: “Jangan hendaknya hatimu jadi kusut, karena bagimu perlu pula melihat Kudrat yang kedua. Kedatangannya kepadamu adalah membawa kebaikan, karena Dia selamanya akan tinggal bersama kamu dan sampai kiamat silsilahnya tidak akan putus-putus. Kudrat kedua itu tidak dapat datang sebelum aku pergi. Akan tetapi bila aku pergi, maka Tuhan akan mengirimkan Kudrat kedua itu kepadamu, yang akan tinggal bersamamu selama-lamanya.” [2]

 Kini tugas dan tanggungjawab untuk menyempurnakan janji Allah Ta’ala ada di pundak para Khalifatul Masih. Tugas ini sedang berjalan dan akan terus berlanjut hingga mencapai puncak kejayaan Islam di muka bumi ini sebagaimana yang telah Allah Ta’ala janjikan bahwa Islam akan unggul di atas agama-agama.

Khalifah Dipilih Oleh Tuhan

Ketika seorang Nabi dan Rasul diutus oleh Allah Ta’ala, maka Dia tidak pernah meminta musyawarah atau pendapat dari makhuk-Nya. Tetapi dengan kehendak-Nya, Dia akan memilih sendiri dari para hamba-Nya yang diridhai-Nya untuk mengemban tugas suci di dunia. Sebagaimana Dia berfirman: ”Dia-lah Yang Maha Mengetahui yang gaib, dan Dia tidak menampakan rahasia gaib-Nya kepada siapapun, kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai.” (Q.S. Al-Jinn: 27-28). Oleh karena itu kapan pun dan siapa pun yang dikehendaki Allah Ta’ala untuk diutus menjadi seorang Nabi dan Rasul, maka tidak akan ada yang bisa melarangnya. Walaupun mayoritas umat manusia di dunia meyakini kepercayaan bahwa tidak akan ada lagi nabi di akhir zaman ini. Tetap saja Allah Ta’ala akan mengirim utusan-Nya, meskipun dunia menolaknya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman kepada Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. : “Telah datang seorang pemberi ingat (nazir), tetapi dunia tidak menerimanya, akan tetapi Tuhan akan menerimanya dan akan memperlihatkan kebenarannya dengan serangan-serangan yang maha hebat.“ [3]

Seorang Khalifah adalah sebagai penerus silsilah Kenabian, untuk diangkat sebagai Khalifah, maka salah satu dari antara hamba-Nya yang suci dan terbaik akan terpilih sebagai Khalifah. Ketika seorang Nabi wafat, maka pada waktu itu orang-orang beriman telah menjadi pengikutnya, sehingga Allah Ta’ala memberikan karunia kepada mereka dan diberi kesempatan untuk mengusulkan nama-nama orang yang pantas menjadi seorang Khalifah dari antara mereka sendiri. Walaupun sebenarnya dibalik semua pemilihan itu ada kehendak dan ridha Allah Ta’ala. Dengan cara yang latif Allah Ta’ala telah memasukan hidayah dan keberkatan ke dalam hati orang-orang yang beriman untuk memilih seseorang yang shaleh terbaik dalam ketakwaan dan keitaatannya untuk menjadi sorang pemimpin rohani di kalangan mereka. Sebagimana janji-Nya kepada orang-orang beriman dalam Al-Quran: “Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dari antara kamu dan berbuat amal shaleh, bahwa Dia pasti akan menjadikan mereka itu khalifah di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan khalifah orang-orang yang sebelum mereka.”(Q.S. An-Nur: 56) Ketika seseorang terpilih, maka sudah pasti Allah Ta’ala telah meridhai dan mengkhendakinya menjadi Khalifah. Meskipun ada sebagian orang yang dalam pandangan awalnya tidak yakin bahwa orang tersebut pantas menjadi Khalifah.

Mereka Yang Terpilih Sebagai Khalifah

Orang-orang yang terpilih sebagai penerus silsilah Kenabian adalah mereka yang terbaik dalam ketakwaan dan keshalehan di masanya. Karena di hadapan Allah Ta’ala orang yang paling mulia adalah mereka yang paling bertakwa, sebagaimana Dia berfirman: ”Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah, adalah orang yang paling bertakwa.” (Q.S.Al-Hujrat:14) Jadi sungguh sangat jelas dan pasti bahwa orang-orang yang mendapat karunia dijadikan oleh Allah Ta’ala sebagai Khalifah, maka mereka merupakan sosok yang paling mulia dan paling bertakwa di masa itu. Sehingga mereka pantas mendapatkan kedudukan yang mulia di dunia ini sebagai pemimpin rohani bagi umat-Nya. Dan terpilihnya mereka menjadi seorang Khalifah sudah pasti ada campur tangan Allah Ta’ala di dalamnya.

Sistem pemilihan seorang Khalifah banyak mengalami kemajuan dari masa ke masa dan tentunya saat ini dalam silsilah Jemaat Ahmadiyah telah dibuat lembaga khusus dan nizam pemilihan Khalifah yang sangat dihormati dan permanen. Ketika seorang Khalifah wafat, maka lembaga ini akan melakukan tugasnya untuk segera mengatur pemilihan Khalifah berikutnya dengan mengikuti nizam yang ada. Sebab, Khalifah yang terpilih lah yang akan memimpin shalat jenazah dan pemakaman Khalifah sebelumnya yang telah wafat. Demikian nizam ini akan berlanjut dari waktu ke waktu hingga dikehendaki Allah Ta’ala.

Tugas Dan Tanggungjawab Seorang Khalifah

Sesungguhnya tugas dan tanggungjawab seorang Khalifah sangat berat, karena apa yang ditugaskan Allah Ta’ala kepada para Nabi dan Rasul-Nya, maka setelah kewafatan mereka, misi itu menjadi tugas dan tanggung jawab seorang Khalifah sebagai pengganti dan penerus amanat-Nya. Seorang Nabi datang hanya sebagai penanam benih dan untuk merawat serta mengembangkan silsilah Jemaat ini akan dilanjutkan oleh para Khalifahnya. Sebagaimana Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. bersabda: “Kamu adalah sebuah benih dari Tuhan yang sudah ditanamkan dalam bumi. Allah berfirman, ’Benih ini akan tumbuh kian besar dari tiap-tiap pihak akan keluar cabang-cabangnya dan akan jadi sebuah pohon besar.” [4]

Saat ini ucapan beliau as. telah terbukti dan menjadi nyata bahwa Jemaat yang beliau as. dirikan atas perintah Allah Ta’ala pada tanggal 23 Maret 1889, yang awalnya beliau as. hanya seorang diri, lalu menerima baiat pertama dari para pengikutnya sebanyak 40 orang di Ludhiana. Kemudian Allah Ta’ala telah mengembangkan dan memajukan Jemaat beliau as. Waktu itu di masa hidup beliau as. pengikutnya telah mencapai ratusan ribu orang. Sebagaimana beliau as. bersabda: “Inilah satu mukjizat Ilahi bahwa dalam perlawanan dan permusuhan yang hebat pengikut-pengikutku senantiasa bertambah banyak sehingga sekarang tahun [1907] mereka sudah lebih dari 400.000 banyaknya. Sesungguhnya inilah satu mukjizat yang sangat agung. Meskipun orang-orang yang melawan itu siang dan malam sedang berusaha untuk melenyapkan Jemaat ini, bahkan hendak membinasakannya. Tetapi Allah Ta’ala telah menghendaki Jemaat ini harus maju, maka [Jemaat] ini sedang betul-betul maju. Sedangkan mereka yang melawan dengan segala daya upayanya tidak dapat merusak Jemaat ini sedikit pun.”[5]

Kini silsilah Jemaat ini telah dikembangkan dan diperluas dari waktu ke waktu oleh para Khalifah beliau as., setiap Khalifahnya membawa kemajuan bagi silsilah ini baik dari segi kwalitas maupun kwantitas sesuai situasi dan kondisi masa itu. Saat ini silsilah Jemaat Ahmadiyah telah berkembang di 213 Negara di 5 benua dan telah memiliki ratusan juta para pengikutnya yang setia. Bahkan setiap tahunnya selalu disampaikan oleh Khalifah dalam kesempatan Jalsah Salanah Internasional bahwa dalam setiap tahunnya ratusan ribu orang telah menyatakan baiat bergabung dengan silsilah ini dan menerima kebenaran pendiri Ahmadiyah sebagai Imam Mahdi dan Masih Mau’ud as. Ini semua merupakan bukti kebenaran firman Allah Ta’ala kepada beliau as.: “Aku akan sampaikan tabligh engkau ke pelosok bumi.” [6] Dengan karunia Allah Taala sekarang setelah melewati 131 tahun, Jemaat Ahmadiyah telah berdiri di berbagai negeri hingga ke pelosok-pelosok. Janji Allah Ta’ala telah sempurna karena Dia sendiri yang akan menyampaikan tabligh beliau as. ke seluruh dunia.

Kepemimpinan Seorang Khlifah

Khalifah merupakan jabatan rohani yang dianugerahkan Allah Ta’ala kepada seseorang ketika seorang Nabi wafat untuk melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan. Ketika kewafatan Rasulullah saw. yang tidak disangka-sangka, maka peristiwa itu menimbulkan kesedihan yang luar biasa di kalangan para sahabat dan pengkut beliau saw. Kemudian Allah Ta’ala telah menegakkan kembali tongkat kepemimpinan dalam Islam melalui tangan Hz. Abu Bakar ra. Ketika itu hampir-hampir Islam akan roboh, namun Allah Ta’ala telah menopangnya kembali dengan memperlihatkan kudrat-Nya yang kedua. Setelah kewafatan beliau saw. kepemimpinan dalam Islam dilanjutkan dengan sistim kekhalifahan.

Ada perbedaan sistem kepemimpinan Islam pada masa Rasulullah saw. dan para Khalifahnya dimana mereka selain sebagai pemimpin rohani, juga merangkap sebagai pemimpin pemeritahan. Situasi dan kondisi saat itu memang menuntut demikian, sehingga seorang Khalifah tidak saja menjadi pigur pemimpin dalam masalah rohani, tetapi juga menjadi kepala pemerintahan yang mengatur rakyatnya dalam berbagai hal. Berbeda dengan zaman di saat kedatangan Pendiri Ahmadiyah yang diutus di akhir zaman ini, sistem kepemimpinannya terbatas hanya dalam lingkup kerohanian saja, tidak meliputi urusan kekuasaan Negara. Memang situasi dan kondisi di zaman beliau as. dimana dunia telah banyak mengalami perubahan dan kemajuan dalam berbagai hal. Oleh karena itu para Khalifah beliau as. hanya menjadi seorang pemimpin rohani saja, tidak ikut dalam mengatur pemerintahan seperti di masa awal perkembangan Islam. Dimana pun dan di Negara apa pun para pengikut silsilah Jemaat ini berada, untuk urusan sebagai warga negara, maka mereka diajarkan harus tunduk dan taat kepada pemimpin pemerintahan yang sah. Dengan demikian kepemimpinan Khalifah Jemaat Ahmadiyah tidak menjadi hambatan atau ancaman bagi sebuah Negara. Bahkan konsep Khilafah ini menembus lintas Negara di dunia tanpa menggangu kedaulatan Negara dimana para pengikut Jemaat Ahmadiyah tinggal.

Hubungan Seorang Khalifah Dengan Pengikutnya

Seorang Khalifah memiliki hubungan dan jalinan yang kuat dengan para pengikutnya dimana pun mereka berada. Hubungan itu tidak hanya sebatas hubungan rohani saja, tetapi meliputi juga hubungan seperti halnya dalam sebuah keluarga laksana ayah dan anak-anaknya. Dalam setiap waktunya seorang Khalifah senantiasa memikirkan kemajuan jasmani dan rohani para pengikutnya. Khalifah selalu berdoa untuk para pengikutnya di seluruh dunia. Begitu juga para umatnya di seluruh dunia begitu mencintai dan selalu mendoakan untuk kesehatan dan kesuksesan Khalifahnya dalam memimpin silsilah Jemaat ini. Oleh karenanya dalam setiap kesempatan mulaqat dengan Hz. Khalifah, nampak sekali adanya jalinan ikatan yang sangat kuat diantara mereka. Jalinan ikatan ini merupakan sebuah anugerah dan karunia semata yang dilimpahkan oleh Allah Ta’ala kepada para hamba-Nya. Ikatan ini tidak akan pernah putus sampai ajal yang memisahkan mereka.

Tentunya bagi setiap Ahmadi begitu merasakan nikmatnya ikatan jalinan antara dirinya dengan Khalifah melebihi jalinan ikatan duniawi yang ada di dunia ini. Demikian pula Khalifah sangat besar dan kuat menjalin ikatan hubungan ini untuk memberikan rasa aman dan kedamaian dalam setiap hati orang-orang Ahmadi. Kebahagiaan dan ketenangan batin para Ahmadi begitu nampak dalam raut wajah mereka ketika berjumpa dengan Khalifah. Deraian air mata dan gejolak perasaan cinta yang kuat mengikat hati mereka dengan Khalifah. Ini semua merupakan ihsan Allah Ta’ala yang telah diberikan kepada silsilah Jemaat ini. Sebab tanpa karunia dan berkah-Nya, tidakah mungkin ikatan jalinan ini dapat terwujud diantara mereka. Dalam setiap waktu, Khalifah begitu sayang dan mencintai para pengikutnya. Begitu juga di hati para pengikutnya tertanam rasa cinta kepada Khalifah yang tiada tara bandingannya. Ini merupakan pengamalan perintah Al-Quran untuk menjalin pergaulan dengan orang yang benar: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (Q.S : Al-Taubah : 119)

Suara Seorang Khalifah

Allah Ta’ala telah memberi petunjuk kepada setiap Khalifah sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi pada masanya. Dalam mengembangkan dan menjalankan tugasnya, seorang Khalifah bekerja keras dengan tidak mengenal lelah sesuai bimbingan Allah Ta’ala. Setiap masa ke masa para Khalifah melakukan pekerjaan-pekerjaan yang luar biasa di luar batas kemampuan daya nalar manusia. Karena memang di belakang mereka, ada kekuatan Allah Ta’ala yang selalu mendukung dan menolongnya. Proyek-proyek dalam Jemaat yang dicanangkan oleh para Khalifah mengalami kemajuan dan memperlihatkan keberhasilannya. Setiap saat melalui suara Khalifah disampaikan berbagai program dan rencana untuk pengembangan Jemaat di seluruh dunia. Dalam setiap khutbahnya para Khalifah memberikan tarbiyat dan talim serta nasihat kepada umatnya di seluruh dunia.

 Kenikmatan dan keberkatan suara Khalifah semakin terasa ketika setiap khotbahnya, di masa ini bisa dinikmati langsung melalui teknologi yang sedang berkembang. Ini juga merupakan ihsan dari Alah Ta’ala yang tidak terhingga dan patut disyukuri oleh setiap Ahmadi. Bagaimana tidak, dulu suara Khalifah bisa didengar hanya melalui rekaman dan harus menunggu beberapa waktu untuk diterjemahkan. Tetapi kini Allah Ta’ala telah menganugerahkan karunia besar melalui berbagai sarana teknolgi, suara Khalifah bisa secara live didengar oleh setiap orang dimana pun berada. Bahkan bagi mereka yang tidak mengerti bahasa yang digunakan oleh seorang Khalifah dalam berkhutbah, maka para penterjemah akan berusaha sekuat tenaga menyampaikan apa yang dikemukan oleh Khalifah. Sehingga suara Khalifah benar-benar bisa langsung dipahami dan diamalkan dengan segera oleh para Ahmadi. Allah Ta’ala telah berfirman dalam Al-Quran : “Apa-apa yang disampaikan Rasul kepadamu terimalah dan apa-apa yang dilarangnya bagimu, tinggalkanlah.” (Q.S: Al-Hasyr : 7) Jadi karena Khalifah merupakan penerus Rasul, maka pasti suara yang disampaikannya akan sejalan dengan Rasul-Nya dan tidak mungkin di luar syariat yang telah ditetapkan. Oleh karena itu para Ahmadi harus berusaha semampunya untuk mendengar, memahami dan mengamalkan suara Khalifah.

Keitaatan Kepada Khalifah

Agama Islam mengajarkan keitaatan adalah sangat penting dalam sebuah Jamaah. Ketika ada seorang Pemimpin dan Jamaah, maka keitaatan merupakan hal yang pokok dari sebuah Jamaah dan 3 syarat tersebut tidak bisa dilepaskan satu sama lain. Allah Ta’ala berfirman: “Taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya.” (Q.S: An-Nisa : 60) Keitaatan kepada seorang Khalifah merupakan rangkaian keitaatan kepada Rasul-Nya. Karena Khalifah merupakan pengganti dan penerus seorang Rasul Allah. Dalam setiap langkah dan keputusan yang diambil oleh seorang Khalifah tidak mungkin bertentangan dengan Al-Quran dan Rasul-Nya.

Oleh karena itu ketaatan kepada Khalifah sangat penting dan wajib. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman: “kami dengar dan kami taat.” (Q.S: Al-Baqarah:286 ) Para pengikutnya akan senantiasa melaksanakan perintah Al-Quran untuk selalu mendengar dan taat kepada keputusan dan perintah Khalifah yang ma’ruf. Keitaatan kepada seorang pemimpin adalah mutlak dan menjadi penting dalam sebuah jamaah. Para Ahmadi di seluruh dunia mengamalkan perintah itaat kepada seorang Khalifah, sehingga apa saja perintah dari Khalifah, maka semua orang Ahmadi akan berusaha sekuat tenaga untuk taat dan mengamalkannya. Inilah salah satu faktor keberhasilan silsilah Jemaat ini sehingga kian hari berderap maju meraih kesuksesan yang gemilang.

Berkat Doa Seorang Khalifah

Salah satu keberkatan yang sangat besar adalah doa seorang Khalifah. Doa merupakaan sarana yang diberikan oleh Allah Ta’ala kepada para hamba-Nya. Allah Ta’ala selalu mengajarkan agar berdoa kepada-Nya dan Allah Ta’ala berjanji akan mengabukan doa-doa yang berdoa kepada-Nya. Khlifah adalah perwakilan Allah Ta’ala di dunia ini, kesuciannya, keberkatannya dan ketakwaannya tidak pernah diragukan lagi. Khalifah selalu mendoakan para pengikutnya setiap waktu. Oleh karena itu para pengikutnya harus berupaya menggunakan kesempatan ini untuk memohon doa khusus melalui tangan Khalifah, agar Allah Ta’ala mengabulkan doa-doanya. Ribuan surat permohonan doa disampaikan kepada Khalifah setiap waktu dan Khalifah tidak kenal lelah membaca dan memohonkan doa yang datang melalui surat-surat dari para Ahmadi.

Banyak pengalaman yang membuktikan kemakbulan doa-doa Khalifah. Setiap Ahmadi mengalami pengalamannya masing-masing bagaimana doa-doa mereka dikabulkan melalui tangan Khalifah. Bahkan terkadang permohonan doa melalui surat masih belum sampai di tangan Khalifah. Tetapi dengan karunia Allah Ta’ala, doanya telah dikabulkannya. Para Ahmadi yakin bahwa doa Khalifah didengar oleh Allah Ta’ala dan dikabulkan. Sebagaimana Dia berfirman : “Aku mengabulkan doa-doa orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku.” (Q.S: Al-Baqarah : 187). Ini merupakan pemandangan luar biasa dari sosok Khalifah yang dengan penuh cinta dan kasih sayang membalas ribuan surat-surat permohonan doa dari berbagai penjuru dunia. Allah Ta’ala telah menanamkan kecintaan diantara mereka dengan penuh menakjubkan yang sangat sulit ditemukan padanannya di dunia ini. Khalifah begitu senang dan bahagia menerima surat dari para Ahmadi, begitu pula para Ahmadi sangat gembira dan penuh suka cita ketika menerima surat balasan dari Khalifah.

Bentuk Syukur Memiliki Seorang Khalifah

Setiap Ahmadi hendaknya bersyukur kepada Allah Ta’ala karena telah merasakan nikmat rohani dan jasmani memiliki seorang Khalifah. Faktanya tidak semua orang beruntung di dunia ini, karena banyak diantara mereka yang tidak menerima keberadaan Khalifah di akhir zaman ini. Untuk itu kita harus memelihara dengan baik karunia ini hingga berlanjut kepada anak keturunan. Jangan sampai terhenti begitu saja, tetapi hendaknya berusaha agar jalinan dengan Nizam Khilafat ini terus terikat sampai selamanya. Allah Ta’ala berfirman: “Jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan limpahkan lebih banyak karunia kepadamu. Jika kamu tidak bersyukur, sesungguhnya azab-Ku amat keras.” (Q.S. Ibrahim : 7) Inilah keberkatan seorang Khalifah bagi kehidupan orang-orang Ahmadi.

Dalam mengucapkan rasa syukur kepada Allah Ta’ala karena, para Ahmadi telah memiliki dengan menjalin ikatan dengan Khalifah, hendaknya diwujudkan dalam berbagai cara misalnya: (1) Rutin mendengarkan Khutbah Khalifah yang disampaikan setiap Jumat; (2) Menonton kegiatan Khalifah di MTA; (3) Menulis surat kepada Khalifah secara dawam; (4) Mengamalkan seruan atau petunjuk Khalifah; (5) Membaca tulisan Khutbah Khalifah yang sebelumnya; (6) dan lain sebagainya. Semua itu merupakan bentuk bukti kita mencintai dan mensyukuri keberadaan Khalifah yang telah dianugerahkan oleh Allah Ta’ala kepada orang-orang Ahmadi.

Khalifah akan Meraih Kemenangan

Sesuai janji Allah Ta’ala bahwa Khalifah akan ada beserta kita selamanya hingga hari kiamat. Oleh karena itu kita harus selalu berdoa agar Allah Ta’ala memelihara dan menjaganya dari segala bahaya para musuh yang selalu berupaya untuk menghapus lembaga Nizam Khilafat ini. Semoga kemenangan Islam di atas agama-agama lain yang merupakan tugas Rasulullah saw. dan Hz.Masih Mau’ud as. segera dapat terwujud melalui tangan para Khalifah-Nya. Sebagaimana Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. bersabda: “Dia akan memberikn kemajuan kepada Jemaat ini, sebagian di tanganku dan sebagian lagi kemudian sesudah aku tiada. Ini dalah sunnah Allah Ta’ala. Semenjak Dia menjadikan manusia di atas bumi ini, selamanya sunnah ini dizahirkan-Nya. Yaitu Dia selalu menolong Nabi-nabi dan Rasul-rasul-Nya dan memberi kemenangan kepada mereka. Sebagaimana firman-Nya: ‘Sudah ditetapkan Allah bahwa Aku dan Rasul-rasul-Ku lah yang akan menang.” [7]Jadi jaminan kemenangan ini adalah dari Allah Ta’ala, maka pasti janji tersebut akan sempurna tepat pada waktunya. Semoga Allah Ta’ala selalu menganugerahkan kepada kita semua karunia dan kesempatan untuk menjalin ikatan dan kecintaan setiap saat dengan Nizam Khilafat dalam kehidupan para Ahmadi. Amiin.


[1] Tadhkirah, Hz.Mirza Ghulam Ahmd as., Nerajta Press, 2014,h. 154

[2] Al-Wasyiat, Hz.Mirza Ghulam Ahmad, JAI, 2013, h.14-15

[3] Ibid, h. 10

[4] Ibid, h. 20

[5] Perbedaan Ahmadi dan Ghair Ahmadi, Hz.Mirza Ghulam Ahmad as. JAI, 1951, h.25

[6] Tadhkirah, Hz.Mirza Ghulam Ahmad, 2014, h.291

[7] Al-Wasyiat, Hz.Mirza Ghulam Ahmad as., JAI, 2013, h.11

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *