Evolusi Kerohanian Nabi Suci MuḥammadSAW
Dalam sejarah Islam, kita membaca bahwa ada beberapa ulama, khususnya dari kalangan sufi, yang mengutarakan konsepsi tentang ‘ālam ṣaghīr (mikrokosmos) serta ‘ālam kabīr (makrokosmos). Pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah, Ḥaḍrat Mīrzā Ghulām Aḥmad Qādiānīas, pun turut memberikan penerangan mengenai hal tersebut sembari menjelaskan soal taraqqiyyāt (evolusi) kerohanian Nabi SuciSAW. Dalam al-Khuṭbah al-Ilhāmiyyah, beliau mengungkapkan:
“Sesungguhnya zaman kerohanian Nabi kitaSAW dimulai dari ribuan kelima dan sempurna pada akhir ribuan keenam. Ke arah inilah Allah Taala mengisyaratkan dalam ayat:
لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ
Perinciannya adalah bahwa Nabi kitaSAW datang di atas jejak Ādamas dan bahwa Ādamas mulai diciptakan pada hari keenam, yakni segala bagian huwiyyah (identitas) dan hakikat māhiyyah (esensi)-nya.
Sebab, bumi dengan segala makhluk hidup di permukaannya dan langit dengan segala benda yang beredar di atasnya merupakan hakikat huwiyyah Ādamas seolah-olah tubuh kebendaannya berpindah dari hakikat jamādiyyah (kebendamatian) kepada hakikat nabātiyyah (ketetumbuhan) lalu dari hakikat nabātiyyah kepada huwiyyah yang sifatnya ḥaiwāniyyah (kebinatangan). Kemudian, ia berpindah menurut sisi rohani dari kesempurnaan kaukabiyyah (kebintangan) kepada kesempurnaan qamariyyah (kebulanan) lalu dari cahaya qamariyyah kepada kemilau syamsiyyah (kemataharian). Semua perpindahan ini merupakan manifestasi perkembangan alam sampai tingkatan hakikat insāniyyah (kemanusiaan) seolah-olah manusia pada suatu waktu adalah benda mati, pada waktu lain tumbuhan, berikutnya adalah hewan, seterusnya bintang, bulan, dan matahari sampai akhirnya semua tuntutan fitrahnya berupa kekuatan-kekuatan langit dan bumi dikumpulkan pada hari kelima atas karunia Allah, Sebaik-baik Pencipta.
Dengan begitu, semua ciptaan adalah suatu entitas sempurna bagi Ādamas atau cermin bagi wujudnya yang diagungkan dan Allah dimuliakan-Nya. Kemudian, Allah berkehendak menampakkan perkara-perkara yang tersembunyi ini secara sempurna dalam diri seseorang yang menjadi manifestasi sempurna semua atribut ini. Menampaklah, lantas, kerohanian Ādamas dengan penampakkan yang menyeluruh dan sempurna pada saat terakhir di hari Jumat, yakni di hari keenam pada jam keenam.
Sebab, bumi dengan segala makhluk hidup di permukaannya dan langit dengan segala benda yang beredar di atasnya merupakan hakikat huwiyyah Ādamas seolah-olah tubuh kebendaannya berpindah dari hakikat jamādiyyah (kebendamatian) kepada hakikat nabātiyyah (ketetumbuhan) lalu dari hakikat nabātiyyah kepada huwiyyah yang sifatnya ḥaiwāniyyah (kebinatangan). Kemudian, ia berpindah menurut sisi rohani dari kesempurnaan kaukabiyyah (kebintangan) kepada kesempurnaan qamariyyah (kebulanan) lalu dari cahaya qamariyyah kepada kemilau syamsiyyah (kemataharian). Semua perpindahan ini merupakan manifestasi perkembangan alam sampai tingkatan hakikat insāniyyah (kemanusiaan) seolah-olah manusia pada suatu waktu adalah benda mati, pada waktu lain tumbuhan, berikutnya adalah hewan, seterusnya bintang, bulan, dan matahari sampai akhirnya semua tuntutan fitrahnya berupa kekuatan-kekuatan langit dan bumi dikumpulkan pada hari kelima atas karunia Allah, Sebaik-baik Pencipta.
Dengan begitu, semua ciptaan adalah suatu entitas sempurna bagi Ādamas atau cermin bagi wujudnya yang diagungkan dan Allah dimuliakan-Nya. Kemudian, Allah berkehendak menampakkan perkara-perkara yang tersembunyi ini secara sempurna dalam diri seseorang yang menjadi manifestasi sempurna semua atribut ini. Menampaklah, lantas, kerohanian Ādamas dengan penampakkan yang menyeluruh dan sempurna pada saat terakhir di hari Jumat, yakni di hari keenam pada jam keenam.
Demikian pula, kerohanian NabiSAW terbit pada ribuan kelima dengan garis besar sifat-sifatnya. Akan tetapi, zaman itu bukanlah akhir dari perkembangannya. Sebaliknya, itu adalah fondasi bagi tingkatan-tingkatan kemuliaannya. Kemudian, sempurna dan menampaklah ia pada akhir ribuaan keenam, yakni pada saat ini, seperti halnya Ādamas diciptakan pada hari keenam dengan seizin Allah, Sebaik-baik Pencipta. Kerohanian NabiSAW pun mengambil suatu manifestasi dari umat beliau guna mencapai kesempurnaan muncul dan merajalelanya cahaya beliau sebagaimana telah dijanjikan oleh Allah dalam Kitab-Nya Yang Terang.
Akulah manifestasi dan cahaya yang telah dijanjikan itu! Oleh sebab itu, berimanlah dan janganlah menggabungkan diri dengan orang-orang yang ingkar! Bila engkau ingin, bacalah ayat:
Akulah manifestasi dan cahaya yang telah dijanjikan itu! Oleh sebab itu, berimanlah dan janganlah menggabungkan diri dengan orang-orang yang ingkar! Bila engkau ingin, bacalah ayat:
هُوَ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدٰى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ
Lantas, berpikirlah seperti orang-orang yang mendapatkan petunjuk! Sekarang inilah waktu penampakan dan waktu sempurnanya kebermunculan kerohanian NabiSAW dari Tuhan Yang Mahaperkasa, wahai kaum muslimin! Maka dari itu, terdapat dalam hadis bahwa beliau diutus pada akhir ribuan keenam padahal beliau diutus pada ribuan keenam dengan pasti dan meyakinkan. Jadi, tidak diragukan bahwa ini merupakan isyarat ke arah waktu penampakan yang paripurna, penggenapan tujuan, sempurnanya kebermunculan kerohanian, serta hari-hari bergelombangnya pancaran-pancaran Muḥammadiyyah di seantero alam semesta. Itulah akhir ribuan keenam yang telah ditetapkan menjadi zaman turunnya Masīḥ Mau‘ūd sebagaimana dipahami dari kitab-kitab para nabi. Sungguh, zaman ini merupakan zaman penampakan kaki beliau dari Hadirat Yang Mahaesa sebagaimana dipahami dari ayat:
وَآخَرِيْنَ مِنْهُمْ
serta ayat-ayat lainnya dari lembaran-lembaran Kitab Suci. Berpikirlah, lantas, jika engkau memang berakal!”
Dari sabda beliau ini, kita bisa mereguk piala-piala makrifat ilahi yang begitu murni dan begitu banyak. Semoga Allah Taala senantiasa mencahayai kita dengan cahaya-Nya yang tidak pernah padam! Āmīn!
—0—
Bibliografi
Ḥaḍrat Mīrzā Ghulām Aḥmadas, al-Khuṭbah al-Ilhāmiyyah (Surrey: Al-Shirkatul Islamiyyah, 2009), hh. 70-71.
One thought on “Evolusi Kerohanian Nabi Suci Muḥammad (SAW)”