Oleh : Mawahibur Rahman
Sejarah mencatat bahwa Jemaat Muslim Ahmadiyah tidak pernah menjawab tuduhan atau cemoohan yang dilancarkan pada wujud suci Rasulullah saw. dengan cacian apalagi kekerasan. Dalam reaksinya Jemaat Muslim Ahmadiyah tidak pernah melakukan demonstrasi apalagi tindakan yang merusak. Jemaat Muslim Ahmadiyah selalu memilih cara yang elegan untuk menyikapi setiap tuduhan, cacian dan cemoohan terhadap Rasulullah saw. Sebagai contoh yang paling dekat saja adalah tentang kasus karikatur Nabi Muhammd saw. yang ramai beberapa tahun lalu. Khaifah Islam, Hz Khalifatul Masih Al-Khamis aba. dalam menyikapi hal ini memerintahkan jemaatnya untuk lebih banyak lagi bersalawat kepada Rasulullah saw. dan menyebarkan uswah hasanah beliau saw serta menyebarkanluaskan ajaran Islam yang indah yang dibawa oleh Rasulullah saw. Cara ini ditempuh dengan tujuan agar satu keburukan tidak dibalas dengan keburukan juga, tapi satu keburukan hendaknya dijawab dengan kebaikan, agar pada akhirnya kebaikan lah yang menang. Selain itu cara damai ini diambil agar nama keindahan dari Nabi Muhammad saw. terus terpatri dalam fikiran orang-orang yang hatinya bersih.
Salah satu keberatan yang dilontarkan orang-orang yang tidak betul-betul memahami sejarah kehidupan beliau saw. adalah mengenai pernikahan Rasulullah saw. dengan Hz. Aisyah ra. yang naudzubillah dianggap sebagai menikahi wanita dibawah umur. Tulisan ini akan mencoba menjawab tuduhan itu dengan cara elegan, yaitu dengan mempelajari teks-teksi sejarah, lalu konteks pernikahan beliau saw. saat itu dan juga jenis prosesi pernikahan dalam Islam, agar pemahaman kita bisa komperhensif.
Sebelum kita masuk dalam pembahasan berapa umur Sayyiddah Aisyah ra. ketika menikah dan kemudian tinggal bersama Rasulullah saw, ada dua hal yang penting untuk dipahami terlebih dahulu yaitu:
1. Pengertian di bawah umur itu sendiri
2. Jenis prosesi pernikahan dalam Islam
1. Pengertian dibawah Umur
Berkaitan dengan dibawah umur bisa kita lihat dari dua sisi.
Pertama dari sisi syariat Islam. Seseorang dikatakan di bawah umur jika belum sampai usia baligh. Secara umum ini dedefiniksan bagi laki-laki tanda baligh adalah ihtilam (mimpi basah) sedangkan bagi wanita tandanya adalah Haid.
Kedua dari sisi hukum negara. Setiap negara menetapkan umur seseorang dikatakan dewasa dan di bawah umur. Khususnya dalam hal ini berkaitan usia boleh menikah. Ada yang menetapkan bahwa seorang wanita baru boleh menikah pada umur 17, 18, atau 21 tahun dsb. Ini tergantung hukum di suatu negara yang dipengaruhi banyak hal seperti budaya, sejarah, idelogi dll.
2. Jenis Prosesi Pernikahan dalam Islam
Dalam ajaran Islam secara umum ada dua macam prosesi pernikahan.
Pertama: Seperti pernikahan pada umumnya. Yaitu akad nikah kemudian di hari yang sama mempelai wanita diserahkan kepada suaminya yang dalam istilah urdu biasa disebut dengan rukhstanah. Kemudian satu atau dua hari setelahnya dilaksanakan walimatul ursy atau yang biasa disebut resepsi pernikahan. Inilah secara umum yang biasa dipraktekkan di Indonesia.
Kedua: Bentuk prosesi pernikahan yang kedua yang tidak lazim di Indonesia adalah setelah akad nikah, tidak langsung diadakan rukhstanah(penyerahan mempelai wanita kepada mempelai laki-laki), tetapi diberi jarak waktu. Jarak waktu ini jangkanya relatif (bisa sampai tahunan) tergantung kesepakatan dan kondisi kedua belah pihak. Dalam masa antara akad nikah sampai rukhstanah itu, walaupun kedua mempelai sudah sah sebagai suami istri, tetapi ada batasan antara kedua mempelai. Misalnya tidak tinnggal serumah, tidak melakukan hubungan suami istri dan sebagainya. Biasanya pernikahan seperti ini dilakukan untuk menguatkan hubungan secara syar’i dahulu dengan batasan-batasan tertentu karena kebutuhan kondisi.
Kemudian setelah sampai pada masa yang ditetapkan, barulah orang tua memplai wanita menyerahkan anaknya sepenuhnya pada memplai laki-laki. Sehingga mereka bisa tinggal serumah dan hidup sebagai pasangan suami istri seutuhnya. Setelah serah terima dan terjadi hubungan suami istri barulah satu atau dua hari setelahnya, sesuai dengan sunah Rasulullah saw, dilaksanakan walimatul ursyi. Cara inilah yang diamalkan oleh Rasulullah saw. ketika menikahi Sayyidah Aisyah ra.
Pernikahan Rasulullah saw dengan Sayyidah Aisyah:
Setelah kewafatan Hz. Khadijar ra, Rasulullah saw menikah dengan Sayyidah Aisyah ra. pada tahun ke 10 kenabian. Saat itu umur Hz. Aisyah 7 tahun[1]. Usia 7 tahun beliau ra. saat itu janganlah dibayangkan dengan usia 7 tahun gadis pada umumnya. Ada 2 hal yang perlu dipahamai, pertama Hz. Aisyah ra. adalah seorang wanita yang tumbuh kembang dalam iklim gurun pasir yang membuat wanita lebih cepat dewasa baik secara fisik atau psikis. Kedua perkembangan Hz. Aisyah ra. cenderung lebih cepat dibanding gadis seusianya saat itu. Faktor kedua ini yang menjadikan Khaulah Binti Hakim meminta Rasulullah saw. untuk menikahi Hz. Aisyah ra.
Namun walau dengan adanya kedua factor itu, Rasullulah saw. saat itu hanya melakukan akad nikah dengan Hz. Aisyah ra. belum dilakukan rukhstanah. Hal ini dilakukan karena saat itu Hz. Aisyah walau secara fisik cukup cepat perkembangan, tetapi beliau belum baligh (belum haid). Sehingga setelah akad nikah, Rasulullah saw. tidak setinggal serumah dengan Hz. Aisyah ra. dan sama sekali tidak melakukan hubungan suami istri. Artinya pernikahan itu hanyalah bersifat ikatan syar’i saja.
Perlu juga dipahami salah satu alasan Rasulullah saw. mau menerima saran Khaulah binti Hakim untuk menikahi Hz. Aisyah ra. walau beliau tahu itu hanya akan menjadi pernikahan yang bersifat ikatan saja terlebih dahulu. Faktor penguatan Islam lah yang beliau fikirkan saat itu. Hz. Abu Bakar Ash Shiddiq ra. (ayah dari Hz. Aiysah ra.) adalah sahabat Rasulullah saw. yang paling muhklis dan paling dekat. Hz. Abu Bakar ra. adalah tipikal sahabat yang betul-betul dibutuhkan untuk perjuangan Islam yang saat itu luar biasa sekali penentangannya. Abu Bakar Ash-Shidiq ra. seorang yang betul-betul sudah dan siap menyerahkan segalanya untuk perjuangan Islam. Hal inilah yang membuat Rasulullah saw. ingin membuat ikatan yang jauh lebih erat dengan sahabat karib beliau saw. yaitu dengan cara menikahi putri Hz. Abu Bakar Ash-Shidiq ra. yaitu Hz. Aisyah ra. Sejarah betul-betul telah mencatat bagaimana militansi Hz. Abu Bakar ra. yang begitu luar biasa sehingga beliau menjadi sahabat paling terkemuka. Tongkat estafet pimpina rohani Islam yang Allah swt. anugerahkan kepada beliau paska kewafatan Rasulullah saw. adalah menjadi bukti nyata.
Kembali kepada pernikahan Rasulullah saw., Dimana setelah beliau hijrah ke Yastrib (Madinah), yakni pada tahun kedua hijrah ketika pernikahan beliau sudah 5 tahun dan umur Hz. Aisyah ra. sudah 12 tahun dan beliau ra. sudah baligh. Maka Hz. Abu Bakar ra. (Ayahanda Hz. Aisyrah ra.) datang kepada Rasulullah saw. dan meminta untuk diadakan rukhstanah(serah terima). Rasulullah saw. pun menyetujuinya setelah melihat Hz. Aiysah sudah siap untuk hidup serumah dengan beliau saw. Jadi permintaah ruskhtanah itu datang dari pihak keluarga mempelai wanita, bukan datang dari Rasulullah saw. Dari sini terlihat bagaimana Rasulullah saw. sangat berhati-hati dalam pernikahan ini, karena keluarga mempelai wanitalah yang betul-betul mengetahui kapan Hz. Aisyah ra. sudah cukup dewasa untuk siap menjadi istri yang seutuhnya untuk Rasulullah saw. Akhirnya didakan rukhstanah dan Rasulullah saw. membayar mahar pernikahan beliau. Sehingga pada bulan Syawal tahun 2 hijriyah Hz. Aisyah ra. keluar dari rumah orang tuanya dan tinggal bersama suaminya yaitu Rasulullah saw.
Sekarang kita akan menjawab secara detail tuduhan-tuduhan yang mengatakan Rasulullah saw. menikahi anak di bawah umur.
Ikhtilaf Para Ahli Sejarah Dalam Menentukan Umur Sayyidah Aisyah Ra Ketika Rukhstanah
Sebagaimana yang sudah penulis sampaiakan di atas tadi, ada jarak panjang (5 tahun) antara akad nikah dan rukhstanah. Sekarang yang menjadi pembahasan inti adalah berapa umur sayyidah Aisyah ra ketika rukhstanah yakni ketika diserah terimakan kepada Rasulullah saw dan tinggal bersama Rasulullah saw sebagai pasangan suami istri secara hakiki ? Ini penting untuk dipahami, karena ada ikhtilaf (perbedaan paham) dari berbagai ahli sejarah, dan mengapa angka 12 tahun penulis pilih untuk momen rukstanah.
Ada yang mengatakan umur Hz. Aisyah ra. saat rukhstanah adalah 9 tahun. Hal ini mereka dasarkan pada sebuah riwayat dalam Sahih Bukhari yang diriwayatkan oleh Hz. Aisyah ra. sendiri bahwa, “Pada saat rukhstanah umur saya adalah 9 tahun”. Ini lah yang dijadikan dasar oleh muarikhin (para ahli sejarah) dalam menetapkan bahwa umur Hz. Aisyah ra. pada saat rukhstanah adalah 9 tahun. Riwayat Hadits ini memang ada. Tapi ingat usia 9 tahun hanyalah perkiraan Hz. Aisyah ra saat ditanya tentang umur beliau ketika rukhstanah. Perkiraan Hz. Aisyah ini bisa saja salah. Sebagaimana terkadang orang-orang salah dalam memperkirakan umurnya. Apalagi di zaman itu, ketika orang-orang tidak terlalu memperhatikan jumlah umur. Terlebih beberapa peneliti hadits pun agak meragukan kesahihan hadits tersebut.
Namun sangat dipenulisngkan sekali para ahli sejarah langsung saja mengambil riwayat ini sebagai dalil dasarnya dan mengabaikan jalur penelitian lainnya. Sehingga mereka keliru dan menampilkan suatu hasil penelitian yang justru menimbulkan kekacauan.
Berapa Umur Sebenarnya Sayyidah Aisyah ra. Ketika Rukhstanah ?
Untuk menentukan umur Hz Aisyah ra. ketika rukhstanah atau tinggal bersama dengan Rasulullah saw., cara yang paling akurat adalah dengan mengetahui tahun beliau lahir dan tahun beliau rukhstanah.
Kita cari tahu dahulu tahun berapa Hz Aisyah ra lahir. Dalam hal ini Ibnu Saad dalam “Tabqaat” menukil sebuah riwayat: