Oleh : Chalid Mahmud Ahmad
Agama Islam adalah sebuah agama yang mengajarkan kasih sayang, toleransi dan persaudaraan serta menjunjung tinggi perdamaian. Bila kita telaah kitab suci Al-Qur’an dan riwayat-riwayat hadits dengan penuh ketelitian, tentu kita tidak akan bisa mengelak dari pernyataan tegas tersebut. Namun demikian, karena amal perbuatan umat Islam pada zaman ini kebanyakan tidak sesuai dengan apa yang tercantum dalam Al-Qur’an dan disampaikan oleh Rasulullah saw. dan para sahabah beliau saw., sehingga umat manusia saat ini pada umumnya tidak mengenal agama Islam dalam pengertian yang sebenarnya dan seutuhnya. Terlebih bagi para kritikus dan orientalis yang membenci agama Islam, keadaan ini merupakan suatu kesempatan emas dan sasaran empuk bagi mereka untuk menyerang dan mencoreng nama baik agama Islam.
Mereka melancarkan berbagai macam pertanyaan dan tuduhan yang pada hakikatnya tidak mempunyai dasar sama sekali ditilik dari ajaran suci Al-Qur’an. Salah satunya adalah ini, “Hukuman bagi orang yang keluar dari agama Islam (murtad) adalah dibunuh.” Pernyataan yang mereka lancarkan ini bukan tanpa sebab, karena apa yang mereka katakan ini adalah buah dari perbuatan umat Islam dewasa ini yang sering mempertunjukkan aksi ektrimisme yang selalu dikaitkan dengan embel-embel nama agama Islam dan takbir, bahkan tidak sedikit para Ulama yang membuat fatwa demikian. Ini adalah sebuah pertanyaan yang selalu dan terus-menerus ditanyakan oleh teman-teman non-muslim, sekaligus serangan sangat tajam yang mampu melukai kemuliaan agama Islam sebagai agama yang sempurna. Beberapa waktu yang lalu pun pertanyaan ini diajukan oleh orang Kristen kepada seorang Ahmadi di sebuah forum lintas agama, tentunya ini adalah pertanyaan yang sulit dan sangat memojokkan bila kita sebagai umat Islam tidak mampu menjawabnya. Artikel berikut ini adalah jawaban singkat untuk menjawab pertanyaan sekaligus tuduhan tersebut.
Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya, Islam mengajarkan kebebasan dalam beragama dan berkeyakinan. Islam tidak memaksakan seseorang untuk beriman kepada suatu keyakinan tertentu. Sebagai contoh di dalam Al-Qur’an terdapat firman Allah sebagai berikut:
لَآ إِكْرَاهَ فِى ٱلدِّينِ
Tidak ada paksaan dalam agama (Q.S. Albaqarah : 257)[1]
Begitu juga dalam ayat lain difirmankan
وَلَوْ شَآءَ رَبُّكَ لَءَامَنَ مَن فِى ٱلْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا ۚ أَفَأَنتَ تُكْرِهُ ٱلنَّاسَ حَتَّىٰ يَكُونُوا۟ مُؤْمِنِينَ
Dan sekiranya Tuhan engkau memaksakan kehendak-Nya, niscara semua orang yang ada di bumi akan beriman semuanya. Apakah engkau akan memaksa manusia hingga menjadi orang-orang beriman ? (Q.S. Yunus : 100)
Demikian juga masih banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menyatakan bahwa tidak ada paksaan dalam urusan agama dan keyakinan. Seseorang boleh memilih agama apapun untuk diyakini tanpa ada suatu paksaan sama sekali. Jadi siapapun tidak memiliki hak untuk memaksa seseorang untuk beriman kepada agamanya atau tidak ada yang berhak menghukum seseorang yang meninggalkan suatu agama. Terlebih lagi bukanlah suatu hal yang adil jika seseorang boleh meninggalkan agama lain untuk masuk agama Islam, namun ia tidak bisa meninggalkan agama Islam untuk masuk ke dalam agama lainnya. Dalam hal ini, maka tidak ada kebebasan beragama. Jika hal tersebut berlaku sebaliknya,yaitu orang yang sebelumnya non muslim kemudian pindah menjadi seorang muslim, lalu karenanya ia menjadi terkena hukuman mati, maka tentu umat Islam akan mengadakan protes bahwa hal ini tidaklah adil dan tidak ada kebebasan beragama.
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. juga bisa kita dapati riwayat yang menyatakan bahwa manusia tidak memiliki hak apapun untuk menentukan keadaan hati atau keimanan seseorang. Iman dan keadaan hati hanya Allah Ta’ala semata yang mengetahui hakikatnya, karena Dia adalah Maha Mengetahui apapun yang ada di seluruh alam semesta ini. Oleh karena itu manusia tidak berhak memberikan hukuman apapun karena itu adalah hak Allah semata. Riwayat tersebut ada di dalam Shahih Muslim kitab Iman, hadits ini menjelaskan sebuah insiden dimana Hadhrat Usama bin Zaid ra. ikut serta dalam sebuah Sarya (Perjalanan/ekspedisi yang tidak diikuti oleh Rasulullah saw). Pada saat itu, Hadhrat Usama ra. berhasil mengalahkan seorang musuh, tetapi setelah kalah ia langsung mengucapkan kalimah syahadat sebagai tanda bahwa ia telah beriman kepada agama Islam[2]. Menurut Hadhrat Usama ra. orang itu mengucapkan kalimah syahadat hanya karena ia takut pada kematian saja sehingga pada akhirnya beliau memutuskan untuk membunuh orang itu.
Ketika kembali ke Madinah, beliau menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw dan menjelaskan peristiwa sebenarnya. Mendengar hal itu Rasulullah Saw menjadi sangat marah dan bertanya kepada Hadhrat Usama ra. apakah beliau telah membelah dadanya untuk mengetahui keadaan hati dan imannya sebelum membunuh orang itu.
Dari riwayat ini jelaslah bahwa tidak ada seorangpun yang punya kekuasaan untuk menyatakan orang sebagai murtad atau menghukum dan membunuh seseorang yang menyatakan syahadat meski bagaimanapun keadaan hatinya, baik ia berpura-pura atau jujur.
Murtad digunakan hanya untuk orang-orang yang menyatakan dengan jelas dan terbuka bahwa ia sudah keluar dari agama Islam dan tidak memiliki hubungan apapun. Namun meski demikian tidak ada manusia yang memiliki wewenang untuk membunuh mereka. Jika seandainya ada manusia yang memiliki otoritas untuk menyatakan murtad atau kafir kepada orang lain, maka pasti akan muncul kekacauan dimana-mana. Hanya Allah swt. saja yang tahu isi hati manusia dan mampu memberikan cap murtad atau kafir kepada seseorang.
Berkenaan dengan riwayat diatas,kita pun jangan memahami bahwa itu legitimasi bahwa Rasulullah saw. memerintahkan memerangi suatu kaum sampai ia masuk Islam. Karena prinsipnya dalam peperangan Islam ada suatu prinsip bahwa walaupun dalam peperangan, tetapi musuh yang menyatakan menyerah/tidak bermusuhan lagi dia tidak boleh diperangi lagi. Nah ketika seseorang musuh Islam dalam peperangan menyatakan masuk Islam, itu artinya dia sudah meninggalkan permusuhan nya dan berganti menjadi sahabat.
Kemudian jika hukuman mati adalah hukuman bagi orang yang murtad, maka akan muncul kemunafikan di dalam tubuh umat Islam. Misalnya ada seorang muslim yang menerima Kristen sebagai agama yang ia anut, namun karena ia takut dibunuh karena telah murtad dari agama Islam maka ia akan menyembunyikan kenyataan tersebut dan ia akan menjadi seorang yang munafik. Sejatinya ia adalah seorang Kristen, namun dihadapan orang banyak ia akan menjadi orang Islam, alasannya karena ia tidak mau mati dan dibunuh sebagai hukuman.
Agama Islam adalah agama yang sangat membenci kemunafikkan. Agama Islam sangat memandang tercela hal ini dan merupakan dosa yang sangat besar. Jika hukuman bagi orang murtad adalah dibunuh atau dihukum mati, maka na’udzubillah, pada saat yang sama artinya Al-Qur’an juga mengajarkan kemunafikan. Padahal tidaklah demikian adanya dan Al-Qur’an sangatlah membenci kemunafikkan. Ada banyak sekali ayat-ayat di dalam Al-Qur’an yang menjelaskan betapa buruknya kemunafikkan, salah satunya:
إِنَّ ٱلْمُنَٰفِقِينَ فِى ٱلدَّرْكِ ٱلْأَسْفَلِ مِنَ ٱلنَّارِ وَلَن تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا
Sesungguhnya orang-orang munafik berada di bagian paling bawah dari api, dan engkau tidak akan pernah mendapatkan penolong bagi mereka. (Q.S. Al-Nisaa: 146)
Selain itu, di dalam Al-Qur’an sendiri banyak sekali ayat-ayat yang membahas tentang hal ini. Misalnya di dalam Surah Al-Nisa: 138. Allah swt. berfirman
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ثُمَّ كَفَرُوا۟ ثُمَّ ءَامَنُوا۟ ثُمَّ كَفَرُوا۟ ثُمَّ ٱزْدَادُوا۟ كُفْرًا لَّمْ يَكُنِ ٱللَّهُ لِيَغْفِرَ لَهُمْ وَلَا لِيَهْدِيَهُمْ سَبِيلًۢا
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, kemudian ingkar, kemudian beriman lagi, kemudian ingkar lagi, kemudian kian bertambah dalam kekufuran, sekali-kali Allah swt. tidak akan mengampuni mereka dan tidak pula akan menunjukkan jalan lurus kepada mereka.
Di dalam ayat ini dijelaskan mengenai keadaan seseorang yang beberapa kali mengganti keimanannya. Jika seandainya hukuman untuk murtad dari Islam menurut Al-Qur’an adalah dibunuh maka seharusnya yang digunakan di dalam ayat ini setelah kata “kafaru” adalah “qatalu”, namun faktanya adalah tidak demikian. Ini menunjukkan bahwa hukuman untuk orang yang meninggalkan agama Islam bukanlah dibunuh, melainkan hukumannya akan diberikan sendiri oleh Allah swt. di hari akhir nanti. Karena perkara keimanan seorang memiliki hubungan langsung dengan Allah, bukan dengan manusia.
Terlebih lagi ayat-ayat Al-Qur’an sendiri memberikan kesaksian bahwa pada zaman Rasulullah saw. pun praktek meninggalkan agama Islam telah dilakukan oleh umat Islam yang munafik itu sendiri, namun tetap saja secara beliau tidak menetapkan hukuman mati bagi mereka. Peristiwa ini dijelaskan dalam Surah Al-Munafiqun: 2-6. Kemudian dalam Surah Ali Imran: 73 Allah berfirman tentang kaum Ahli Kitab:
وَقَالَت طَّآئِفَةٌ مِّنْ أَهْلِ ٱلْكِتَٰبِ ءَامِنُوا۟ بِٱلَّذِىٓ أُنزِلَ عَلَى ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَجْهَ ٱلنَّهَارِ وَٱكْفُرُوٓا۟ ءَاخِرَهُۥ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Dan segolongan Ahlikitab berkata, “Percayalah kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang yang beriman di waktu permulaan hari dan ingkarlah di waktu akhirnya, barangkali mereka (umat Islam) akan kembali (kafir).”
Ayat ini menjelaskan bahwa pada masa Rasulullah saw., orang-orang ahli kitab berani membuat dan melancarkan banyak rencana untuk melukai Islam dan Rasulullah saw. yaitu dalam bentuk kemunafikan. Dimana umatnya dianjurkan untuk beriman pada sebagian hari, kemudian murtad dari Islam pada sebagian waktu lainnya. Mereka terus melancarkan rencana tersebut demi menghancurkan agama Islam. Jika pada masa itu Rasulullah saw. menetapkan hukuman bagi orang yang murtad dari Islam adalah dibunuh, maka orang-orang ahli kitab tidak akan sekali-sekali berani untuk membuat rencana semacam ini dan melakukannya berulang-ulang tanpa rasa takut. Artinya Rasulullah Saw tidak menetapkan hukuman mati bagi orang yang murtad dari Islam.
Poin terakhir, di dalam surah Ali Imran: 87-90 dengan jelas Allah telah berfirman bahwa kerugian yang akan diterima oleh orang-orang yang ingkar dan murtad dari Islam setelah beriman sebelumnya adalah bahwa mereka akan kehilangan segala hak untuk mendapatkan petunjuk kepada jalan yang lurus. Kemudian juga dijelaskan bahwa yang akan diterima oleh orang-orang murtad tersebut adalah laknat dari Allah, malaikat dan manusia. Mereka akan tinggal di dalam neraka dalam waktu yang lama, dan tidak akan diringankan azab bagi mereka. Inilah hukuman yang dijelaskan oleh Allah Taala sendiri dalam kitab suci-Nya. Keimanan memiliki kaitan dengan keadaan hati manusia dan memiliki hubungan langsung dengan Allah, oleh karena itu manusia tidak mempunyai hak untuk memberikan hukuman bagi seseorang perihal keimanannya, apalagi hukuman mati.
Kesimpulannya adalah baik dari ayat-ayat suci Al-Qur’an, hadits dan sunnah Rasulullah saw serta sejarah kehidupan beliau telah dibuktikan bahwa pernyataan yang menyatakan bahwa hukuman mati bagi orang yang murtad dari agama Islam adalah sebuah kesalahan besar dan tuduhan yang tidak benar sama sekali. Hanya satu atau dua kejadian pada masa permulaan dan peri keadaan umat Islam ekstrimis dewasa ini saja tidak bisa dijadikan sebuah dasar kuat bagi keyakinan suatu agama, karena sejatinya itu bukanlah ajaran sejati dari agama Islam, apalagi kitab sucinya sendiri menentang keyakinan tersebut dengan sangat jelas. Agama Islam dan Al-Qur’an sejak awal senantiasa menyerukan ajaran yang penuh cinta dan damai, menyuarakan toleransi dan persaudaraan.
[1] Situs ini menggunakan sistem penomeran ayat dimana basmallah di tiap awal surah dihitung sebagai ayat pertama