Pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah dan Ahl al-Kisā’

نحمده ونصلي على رسوله الكريم
بسم الله الرحمن الرحيم
وعلى عبده المسيح الموعود

Pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah dan Ahl al-Kisā

Kaligrafi Ahli Bait
Dalam tradisi sīrah nabawiyyah, kita mengenal adanya pribadi-pribadi dari kalangan keluarga Nabi Suci MuammadSAW yang disebut sebagai Ahl al-Kisā, yakni mereka yang pada satu kesempatan diselimuti oleh arat RasūlullāhSAW dengan satu selimut bersama beliau secara khusus. Imam at-Tirmidzīrh mencatat dalam Sunan-nya:

“Mamūd b. Ghailān menceritakan kepada kami; Abū Amad az-Zubairī menceritakan kepada kami; Sufyān menceritakan kepada kami; dari Zubaid, dari Syahr b. ausyab, dari arat Ummu Salamahra, bahwa arat NabiSAW suatu kali menutupi asanra, usainra‘Alīra, dan Fāṭimahra lalu bersabda: Ya Allah! Mereka ini adalah Ahli aitku dan orang-orang dekatku. Buanglah kekotoran dari mereka dan sucikan mereka dengan sesuci-sucinya! arat Ummu Salamahra pun bertanya: Apakah Aku bersama mereka, wahai Rasūlullāh? Beliau menjawab: Sesungguhnya, engkau akan menuju kebaikan.” AbūĪsā at-Tirmidzī berkata: Ini adalah sebuah hadis yang hasan sahih.1

Terlepas dari persengketaan antara Ahli Sunnah dan Syiah mengenai siapa-siapa saja yang dikategorikan sebagai Ahli Bait NabiSAW, kedua kelompok tersebut sepakat bahwa Ahl al-Kisā, yakni Imam ‘Alīra, Sayyidah Fāṭimahra, Imam asanra, dan Imam usainra, termasuk dalam Ahli Bait. Di bawah ini, penulis akan menyuguhkan beberapa pengalaman spiritual Pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah, Imam Mahdi dan Masīḥ Mau‘ūd, arat Mīrzā Ghulām Amadas dari Qadian, dengan wujud-wujud suci Ahl al-Kisā tersebut sebagaimana termaktub dalam kitab-kitab beliau.

Dalam sebuah kitab, beliau menarasikan:


“Pada suatu hari, setelah selesai dari kewajiban-kewajiban dan kebiasaan-kebiasaan waktu sore, ketika dalam keadaan terjaga, tidak mengantuk dan tidak pula tidur, tiba-tiba Aku mendengar suara ketukan pintu. Aku pun berusaha mencari tahu, ternyata ada sekelompok orang yang datang mengunjungiku dengan bercepat-cepat. Ketika mereka mendekat kepadaku, kenallah Aku bahwa mereka adalah lima orang yang beberkat: ‘Alīra, kedua putra beliau, istri beliau az-Zahrāra, dan Penghulu Para RasulSAW. Ya Allah! Sampaikanlah selalu selawat kepada beliau dan keluarga beliau hingga hari pembalasan! Aku melihat bahwa az-Zahrāra meletakkan kepalaku di atas paha beliau dan memandangiku dengan pandangan kelemah-lembutan yang Aku ketahui dari wajah beliau. Pahamlah Aku bahwa Aku memiliki perhubungan dengan usainra dan Aku menyerupai beliau dalam beberapa sifat dan peri keadaan. Allah mengetahuinya dan Dialah wujud yang paling mengetahui di seantero alam semesta. Aku juga melihat bahwa ‘Alīra memperlihatkan kepadaku sebuah kitab dan berkata, ‘Ini adalah tafsir Alquran. Akulah yang menulisnya dan Tuhanku memerintahkanku untuk memberikannya kepadamu.’ Aku pun mengulurkan tanganku dan mengambilnya. RasūlullāhSAW melihat dan mendengar, tetapi tidak berkata-kata seolah-olah beliau bersedih karena beberapa kesedihanku. Aku melihat beliau dan tampaklah bahwa wajah beliau adalah wajah yang sama yang telah Aku lihat sebelumnya. Rumahku menjadi bercahaya karena cahaya beliau. Mahasucilah Allah, Sang Pencipta cahaya dan orang-orang yang bercahaya.”

Di tempat lain, beliau menuturkan:


“Sesungguhnya, Aku telah melihat beliau – yakni, ‘Alīra – dalam keadaan terjaga, tidak dalam kondisi tidur. Beliau memberikan tafsir Kitab Allah Yang Maha Mengetahui kepadaku dan berkata, ‘Ini adalah tafsirku. Sekarang, engkau telah diberi kepercayaan lantas bergembiralah atas apa yang dikaruniakan kepadamu.’ Aku pun menjulurkan tanganku dan mengambil tafsir tersebut. Oleh sebab itu, Aku amat bersyukur kepada Allah, Sang Pemberi Karunia Yang Mahakuasa. Aku mendapati beliau sebagai sosok yang bertubuh tegap dan berakhlak murni, rendah hati, terputus dari dunia, cemerlang, dan bercahaya. Aku berkata dengan mengangkat sumpah bahwa beliau menjumpaiku dengan cinta dan kasih sayang. Terbersit dalam sanubariku bahwa beliau mengenalku dan akidahku serta mengetahui apa yang mengenainya Aku bertentangan dengan Syiah dalam jalanku dan kecenderunganku. Akan tetapi, beliau tidaklah menampakkan kejijikan dan penolakan. Sebaliknya, beliau menemuiku dan menyahabatiku layaknya para pecinta yang mukhlis serta mengejawantahkan kecintaan layaknya para sahabat yang setia. Bersama beliau, terdapat usainra, asanra, dan Penghulu Para Rasul Khātam an-NabiyyīnSAW. Bersama mereka, juga terdapat seorang pemudi yang cantik, saleh, luhur, beberkat, suci, agung, mulia, bersinar wajahnya, nan bercahaya penampilannya. Terbersit dalam sanubariku bahwa beliau adalah az-Zahrā’ Fāṭimahra. Kemudian, beliau mendatangiku ketika Aku tengah bersandar lalu meletakkan kepalaku di paha beliau dan berhalus perangai. Aku melihat bahwa beliau bersedih, menggelisah, berlemah lembut, dan merisau karena beberapa kesedihanku layaknya para ibu kala anak-anaknya tengah tertimpa musibah. Tahulah Aku bahwa Aku memiliki kedudukan sebagai putra beliau dalam pertalian agama. Terlintas dalam hatiku bahwa kesedihan beliau adalah isyarat atas keaniayaan yang akan Aku hadapi dari kaumku dan orang-orang senegeriku yang memusuhi. Kemudian, asanra dan usainra datang kepadaku dan menunjukkan kecintaan layaknya para saudara serta menyahabatiku layaknya para penolong. Ini adalah salah satu dari kasyaf-kasyaf dalam keadaan terjaga. Telah lewat darinya beberapa tahun belakangan.
Aku memiliki perhubungan yang halus dengan ‘Alīra dan usainra. Tiada yang mengetahui rahasianya selain Tuhan timur dan barat. Sesungguhnya, Aku mencintai ‘Alīra dan kedua putra beliau serta memusuhi siapa yang memusuhi beliau. Bersamaan dengan itu, Aku tidaklah termasuk dalam orang-orang yang berlebihan dan lancang. Aku hanya tidak dapat berpaling dari apa yang telah Allah singkapkan kepadaku dan tidak pulalah Aku termasuk dalam orang-orang yang melampaui batas. Apabila kalian tidak berkenan menerimanya, amalku akan Kutanggung sendiri dan kalian pun akan menanggung amal kalian sendiri. Kelak, Allah akan memutuskan antara kami dan kalian dan Dia sajalah hakim yang paling adil.”3

Dari peristiwa-peristiwa rohani ini, kita dapat menyimpulkan, betapa adiluhungnya kedudukan Pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah, arat Amadas, di sisi Allah Taala sehingga Dia berkehendak membukakan pintu-pintu adiwidia-Nya kepada beliau. Beliau adalah aditokoh bagi kaum muslimin pada akhir zaman ini yang bertugas untuk membentuk tiap muslim dan muslimah menjadi adiraja dan adiratna yang bertahta di atas singgasana dunia dan akhirat. Namun, untuk menduduki kedua takhta tersebut, diperlukan daya-upaya yang tidak sembarangan. arat Masīḥ Mau‘ūdas sendiri telah melukiskannya:


“Reguklah keterputusan, keterputusan dari dunia, agar dihadiahkan kepada kalian kebersampaian dan kedetakan dengan Allah! Pecahkanlah sarana-sarana duniawi agar diciptakan bagi kalian sarana-sarana ukhrawi! Matilah agar dikembalikan kepada kalian kehidupan, wahai para tercinta!”4
Keselamatanlah teruntuk mereka yang mengikuti petunjuk!
—0—

Bibliografi
1 Jāmi‘ at-TirmidzīKitāb al-ManāqibBāb Mā Jā’a Fī Fal Fāṭimahra, no 3871.
2 arat Mīrzā Ghulām Amadasat-Tablīgh (Surrey: Al-Shirkatul Islamiyyah, 2004 M/1425 H), hh. 107-108.
3 arat Mīrzā Ghulām AmadasSirr al-Khilāfah li Man Yabtaghī Subul ats-Tsaqāfah (Surrey: Al-Shirkatul Islamiyyah, 2007 M/1428 H), hh. 53-54.
4 arat Mīrzā Ghulām Amadasal-Khubah al-Ilhāmiyyah (Surrey: Al-Shirkatul Islamiyyah, 2009 M/1430 H), hlm. 25.

One thought on “Pendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah dan Ahl al-Kisā’

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *