Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. dan Nabi Isa Ibnu Maryam as. : Persamaan Rohani

Oleh : Cepi Sofyan Nurzaman Wahhab

Nabi Isa as. merupakan pribadi yang menjadi perbincangan di kalangan 3 agama besar di dunia, yakni agama Yahudi, agama Kristen dan agama Islam. Ketiga agama tersebut memiliki pandangan yang berbeda satu sama lain terhadap kelahiran dan kewafatan Nabi Isa as. yang dibangkitkan di antara kaum Bani Israil.

Di kalangan Umat Islam meyakini bahwa Nabi Isa as. adalah seorang nabi yang benar, diutus dari Tuhan dan telah wafat sebagaimana nabi-nabi sebelumnya. Kemudian di akhir zaman Nabi Isa as. akan dibangkitkan kembali ke dunia ini, sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw.

“Bagaimana keadaan kamu jika Isa ibnu Maryam turun kepada kamu dari antara kamu dan imam kamu.“ (Bukhari)

            Dalam umat Islam sendiri keyakinan terhadap kewafatan dan kedatangan kembali nabi Isa as. terdaat dua pendapat. Pertama pendapat umat Islam pada umumnya bahwa nabi Isa as. tidak wafat dan tidak disalib, tetapi jasmaninya diangkat ke langit dan akan turun kembali di akhir zaman. Sementara pendapat yang lain dari pendiri Ahmadiyah meyakini bahwa Nabi Isa as. sudah wafat seperti nabi-nabi yang lain dan yang akan datang kembali di akhir zaman adalah permisalan Nabi Isa as. yang datang dari kalangan umat Islam sendri. Bukan nabi Isa ibnu Maryam yang diutus kepada Bani Israil. Bahkan pendiri Ahmadiyah menyatakan bahwa dirinyalah Al-Masih yang dijanjikannya itu. Sebagaimana beliau as. bersabda :

            “Oleh sebab itu di dalam buku ini, saya akan membuktikan bahwa Nabi Isa as. tidak disalib dan tidak pula telah naik ke langit, serta kapan pun hendaknya jangan berharap bahwa beliau akan turun kembali ke bumi dari langit. Melainkan, beliau sudah wafat di Srinagar, Khashmir setelah mencapai usia 120 tahun dan kuburan beliau terdapat di jalan Khan Yar, Srinagar.”[1]

Bahkan Allah Ta’ala sendiri langsung memberitahu beliau as. melalui wahyu-Nya bahwa Nabi Isa as. telah diwafatkan layaknya manusia biasa. Allah Ta’ala berfirman: “Isa ibnu Maryam utusan Allah telah wafat dan kamu telah datang dalam spiritnya sesuai dengan janji.” [2]

Pendiri Ahmadiyah pun meyakini bahwa ada beberapa persamaan dirinya dengan Nabi Isa as. sebagaimana beliau as. bersabda:

“Aku juga diberitahu melalui wahyu bahwa aku adalah Mujaddid untuk zaman ini, dan secara ruhani sifat-sifat kesempurnaanku mempunyai persamaan dengan sifat-sifat yang dimiliki Masih Ibnu Maryam. Kedua-duanya mempunyai sifat persamaan yang sangat erat hubungannya. Aku telah dianugrahi sifat-sifat serupa dengan sifat khusus para Nabi dan Rasul dan diberi derajat ruhani yang lebih tinggi dari sebagain besar para Wali agung yang telah berlalu sebelumku. Juga karena berkat-berkat sebagai pengikut manusia yang paling sempurna yaitu Rasulullah saw. Rasul suci yang telah berlalu sebelum aku.”[3]

Selanjutnya beliu as. bersabda :“Hamba yang lemah ini pun serupa dalam sifat dengan insan-insan suci lainnya. Masalah ini diuraikan secara panjang lebar dalam buku saya Barahin Ahmadiyah. Akan tetapi keserupaan dengan Isa Al-Masih lebih ditonjolkan. Disebabkan keserupaan ini, hamba yang lemah ini telah diutus dalam nama Isa Al-Masih.” [4]

            Untuk lebih jelas lagi tentang persamaan-persamaan pendiri Ahmadiyah dengan Nabi Isa as., maka akan diuraikan di sini sebanyak 9 persamaan. Inilah beberapa bukti yang mendukung kebenaran tentang nubuatan Rasulullah saw. bahwa Nabi Isa as. akan datang di akhir zaman dalam wujud yang semisal dengannya. Dan wujud itu adalah pendiri Ahmadiyah yang memiliki persamaan-persamaan dalam berbagai hal.

Beberapa Persamaan Nabi Isa as. dengan Hz. Mirza Ghulam Ahmad as.

  1. Berpangkat Nabi dan Rasul yang tidak Membawa Syariat Baru

Allah Ta’ala telah banyak mengirim utusan-Nya ke pada umat manusia dengan tujuan untuk menegakkan kalimah Tauhid dan memperbaiki umat-Nya yang sudah jauh dari petunjuk Ilahi. Setiap utusan Allah Ta’ala yang datang ke dunia ini telah disebut Nabi, karena mereka banyak menerima wahyu dari Allah Ta’ala. Demikian pula dengan Nabi Isa as. merupkan seorang Nabi dan Rasul yang diutus dari Allah Ta’ala. Beliau as. diutus hanya untuk kaum Bani Israil. Sebagaimana dalam Al-Quran Dia berfirman :

“Dan ingatlah ketika Isa Ibnu Maryam berkata, “Hai, Bani Israil, sesungguhnya aku Rasul Allah kepadamu membenarkan apa yang ada sebelumku yaitu Taurat” (Q.S. : 62 : 7)

      Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Nabi Isa as. adalah seorang Nabi dan Rasul yang diutus kepada kaum Bani Israil dengan tidak membawa syariat baru. Melainkan beliau as. membenarkan Kitab Taurat yang telah diturunkan kepada Nabi Musa as. Oleh karena itu segala hukum syariat Nabi Isa as. mengacu kepada Kitab Taurat. Beliau as. bukan Nabi dan Rasul yang berdiri sendiri, tetapi mengikut kepada kenabian Musa as.

Begitu pula dengan pendiri Ahmadiyah, Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. telah menjelaskan dalam berbagai tempat bahwa dirinya dipanggil oleh Allah Ta’ala sebagai nabi dan rasul. Banyak wahyu dan ilham yang beliau as. terima tentang status kenabian beliau as. sebagaimana beliau as. bersabda:

“Aku telah menyaksikan sendiri penggenapan nyata dari sekitar 150 nubuwatan Ilahi, bagaimana mungkin aku menyangkal sebutan nabi dan rasul. Karena Tuhan sendiri yang telah menganugerahkan gelar ini kepadaku, mengapa aku harus menanggalkannya karena takut kepada orang lain? Aku bersumpah demi Allah Yang telah mengutusku—dan terkutuklah orang yang mengada-adakan dusta kepada Allah.” [5]

      Jadi jelas bahwa Allah Ta’ala sendiri yang telah menganugerahkan sebutan Nabi dan Rasul kepada pendiri Ahmadiyah. Karena untuk pengangkatan Nabi dan Rasul adalah mutlak hak Allah Ta’ala. Sama sekali tidak pernah  bagi Allah Ta’ala meminta musyawarah kepada manusia tatkala akan mengutus seorang Nabi dan Rasul ke dunia. Akan tetapi perlu diingat bahwa kenabian dari pendiri Ahmadiyah tidaklah berdiri sendiri atau membawa syariat yang baru. Melainkan kenabian beliau as. hanyalah kenabian yang tidak membawa syariat baru tetapi mengikut kepada kenabian Rasulullah saw, Khatamanabiyyin dan semua hukumnya mengikuti pada Kitab Suci Al-Quran. Sebagaimana beliau as. bersabda :

“Pada saat saya membantah pengakuan sebagai Nabi dan Rasul, hal itu dimaksudkan adalah saya tidak membawa syariat tersendiri atau menjadi Nabi yang independen. Saya disebut sebagai Nabi dan Rasul, hanya dalam pengertian bahwa saya telah menerima karunia rohani yang berasal dari Rasulullah saw. yang saya taati, dan setelah saya menyandang namanya, maka melalui beliau saw. lah saya menerima khabar-khabar ghaib dari Allah Ta’ala. Tetapi saya tidak datang dengan syariat baru. Saya tidak pernah membantah disebut Nabi dalam pengertian ini. Memang dalam arti inilah Allah Ta’ala telah memanggil saya sebagai Nabi dan Rasul dan dalam pengertian inilah saya tidak menyangkal menjadi Nabi atau Rasul.”[6]

      Inilah persamaan pertama antara pribadi Nabi Isa as. putra Maryam dengan pendiri Ahmadiyah, Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. bahwa mereka berdua berpangkat Nabi dan Rasul yang diutus oleh Allah Ta’ala. Tetapi kenabian dan kerasulan mereka tidak membawa syariat baru, melainkan mengikuti kepada syariat sebelumnya yang dibawa oleh majikannya.

  • Waktu Kedatangannya Setelah 1300 Tahun

Ketika umat Bani Israil ditinggal wafat oleh Nabi Musa as. maka lambat laun umatnya mulai menjauh dari Tauhid dan mulai melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum Taurat. Untuk itulah Allah Ta’ala telah mengangkat dan mengutus seorang Nabi dari kalangan mereka yang akan menegakkan kembali tauhid dan mengumpulkan kaum Bani Israil yang hilang. Nabi itu adalah Nabi Isa as. sebagaimana dalam Bibel dikatakan: “Jawab Yesus, aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel.” (Matius 15:24)

 Kedatangan nabi Isa as. di kalangan Bani Israil waktunya setelah lewat 1300 tahun sejak dari zaman Nabi Musa as. sebagaimana diterangkan oleh Hz. Mirza Ghulam Ahmad as.:

 “Kemudian sebagaimana halnya Nabi Isa Al-Masih as. telah datang setelah kurun waktu seribu empat ratus tahun (1400) maka hendaknya diyakini juga bahwa sosok Al-Masih Yang Dijanjikan itu pun pasti akan bangkit pada zaman ini dan tidak ada suatu perubahan dalam janji-janji Allah Ta’ala.” [7]

      Demikian pula kedatangan Al-Masih yang dijanjikan di akhir zaman dalam wujud pendiri Ahmadiyah akan datang lewat 1300 tahun setelah diutusnya Rasulullah saw. Kedatangan Nabi Isa as. yang dijanjikan oleh Rasulullah saw. tersebut telah disebutkan kapan waktunya akan muncul. Di dalam Hadits diterangkan bahwa “Dari Hudzaefah bin Yaman ia meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda: ‘Apabila sudah lewat 1240 tahun, Allah swt. akan membangkitan Imam Mahdi.” (An-Najmu As-Tsaqib, Jld. 2: 209)[8]

Berdasarkan riwayat hidup pendiri Ahmadiyah dijelaskan bahwa “Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. lahir pada tanggal 13 Februari 1835 Matau 14 Syawal 1250 H, hari Jumat, pada waktu sholat Subuh, di rumah Mirza Ghulam Murtaza di desa Qadian India.”[9]

Jadi jelas sekali bahwa pendiri Ahmadiyah hidup di akhir abad ke 13 dan di awal abad ke 14 persis seperti yang dinubuatkan oleh Rasulullah saw. Beliau as. juga menjelaskan :

“Allah telah mengutusku di awal abad ke-14 ini semata-mata untuk memperbaiki dan meninggikan derajat agama Islam.“[10] Selanjutnya beliau as. juga mengemukakan prihal kedatanganya sebagai Al-Masih yang kedua pada tahun 1400 dimana beliau as. bersabda:

 “Al-Masih yang kedua ini telah datang dengan kekuatan dan sifat Al-Masih yang pertama-pada zaman yang sama dengan dan setelah lewat jangka waktu yang sama setelah zaman kalimnya sendiri, yakni setelah kurang lebih 1400 tahun.” [11]

      Inilah persamaan yang kedua antara Nabi Isa as. dengan Hz.Mirza Ghulam Ahmad as. adalah soal waktu kapan Allah Ta’ala membangkitkan atau mengutus mereka kepada umatnya. Keduanya memiliki kesamaan bahwa kedatangan mereka adalah setelah lewat 1300 tahun dari Nabi majikannya. Yakni Nabi Isa as. dibangkitkan setelah Nabi Musa as. dan Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. diutus setelah 1300 tahun dari masa Nabi Muhammad saw.

  • Umat Sudah tidak Taat kepada Kitab Tuhan

Umat Bani Israil setelah ditinggalkan oleh Nabi Musa as. maka mereka mulai meninggalkan hukum-hukum Taurat. Kebanyakan dari mereka sudah tidak mematuhi perintah-perintah Tuhan. Banyak hukum-hukum Tuhan yang mereka langgar dan kitab Taurat pun tidak ditaatinya lagi. Kaum Bani Israil banyak melakukan perbuatan yang sebenarnya dilarang oleh kitab Suci mereka.

Dalam kondisi kaum Bani Israil yang sudah jauh dari tauhid dan hukum-hukum Taurat, maka Allah Ta’ala berkehendak untuk mengirimkan Rasul-Nya untuk memperbaiki kaum Bani Isril dan mengumpulkan kembali domba-domba Israil yang hilang. Nabi Isa as. adalah nabi yang dijanjikan akan datang untuk tujuan itu. Namun justru kaum Bani Israil kebanyakan dari mereka tidak menerima kedatangan Nabi Isa as. sebagai juru selamat mereka. Bahkan mereka berupaya untuk membunuh Nabi Isa as. Padahal kedatangan Nabi Isa as. sudah dinubuatkan sebelumnya oleh Nabi Musa as. Namun tetap saja mereka tidak mempercayai pendakwaannya.

Keadaan demikian juga dialami oleh umat Islam di akhir zaman. Banyak dari antara mereka yang mulai tidak mentaati Al-Quran sebagai Kitab Suci. Pelanggaran-pelanggaran dilakukan tanpa rasa bersalah. Begitu juga hukum-hukum Al-Quran tidak diamalkan sebagaimana semestinya. Kondisi seperti ini sebenarnya telah dinubuatkan oleh Rasulullah saw. sebagaimana beliau saw. bersabda:

“Akan datang suatu zaman kepada manusia dimana tiada tersisa dari Islam kecuali hanya namanya saja dan tiada tertinggal dari Al-Quran kecuali hanya tulisannya saja,mesjid-mesjid begitu megah namun kosong dari petunjuk. Ulama mereka seburuk-buruk manusia di bawah kolong lngit dari mereka keluar fitnah dan kepada mereka juga kembalinya.” (Misykat)[12] Inilah gambaran situasi keadaan umat Islam di akhir zaman dimana Al-Quran hanya tinggal tulisannya saja. Mereka tidak lagi mentaati Kitab Suci dalam menjalani kehidupannya di dunia ini.

Inilah persamaan ketiga diantara Nabi Isa as. dengan Pendiri Ahmadiyah dimana kedua umatnya pada masa itu sudah tidak mentaati kitab Sucinya masing-masing.

  • Kedatanganya Ditentang Oleh Para Ulama

Ketika Nabi Isa as. diutus kepada kaum Bani Israil, maka para ulama Yahudi tidak senang dengan kedatangan Nabi Isa as. Bahkan ketidaksukaan mereka kepada beliau as. mencapai puncaknya ketika Nabi Isa as. direncanakan untuk dibunuh dengan cara disalib di tiang salib. Sebab mereka percaya bahwa terdapat hukum jika seseorang mati disalib, maka ia mati terkutuk. Oleh karenanya mereka dengan sekuat tenaga berusaha menggagalkan misi Nabi Isa as.. Otomatis jika usaha mereka berhasil membunuh Nabi Isa as., maka Nabi Isa as. akan dinyatakan seseorang yang terkutuk dan bukan utusan Tuhan yang dikirim kepada mereka.

Akan tetapi Tuhan Yang Maha Kuasa telah berjanji bahwa sejak dahulu sunnah-Nya demikian sebagaimana dalam Al-Quran, Dia berfirman: ”Aku dan Rasul-Ku pasti akan menang.” (Q.S. Al-Mujadalah: 22) Maka dengan pertolongan Allah Ta’ala, Nabi Isa as. selamat dari upaya makar para Ulama Yahudi. Terbukti bahwa Nabi Isa as. wafat pada usia 120 tahun sebagaimana dalam Hadist,bahwa Hazrat Fatimah ra. menerangkan, Rasulullah saw.bersabda: “Sesungguhnya Isa Ibnu Maryam usianya 120 tahun.”(Kanzul Umal, Jld.VI, H. 160) Dengan usia yang panjang hingga mencapai 120 tahun menjadi bukti telak bagi kebenaran Nabi Isa as. sebagai utusan Allah Ta’ala yang benar kepada kaum Bani Israil.

Begitu pula keadaan disaat kedatangan Masih Mau’ud yang dijanjikan oleh Rasulullah saw. sebagaimana dikatakan oleh Imam Muhyiddin Ibnu Arabi ra. dalam bukunya Futuhat Makiah: “Apabila Imam Mahdi datang, waktu itu yang menjadi musuh-musuh beliau tidak lain melainkan ulama-ulama dan fuqahaa (Ahli Fiqih)[13]

Para penentang pendiri Ahmadiyah pun adalah dari kalangan para Ulama Islam yang setiap saat berusaha menggagalkan misinya, sebagai utusan Tuhan. Sebagaimana beliau as. menulis: “Ketika setiap orang akan menghindar dariku dan akan memikirkan rencana untuk menghancurkan serta membunuhku. Dan setelah pendakwaanku sebagai Masih Mau’ud dan Mahdi. Demikianlah yang terjadi. Semua orang serentak melecehkanku. Dan pada awalnya berupaya keras bagaimana supaya mereka bisa menentapkanku sebagai seoraang yang berdosa berdasarkan nas Al-Quran dan Hadits. Lalu ketika mereka tidak berhasil dalam upaya ini, bahkan sebaliknya berdasarkan nas-nas yang jelas dan kuat terbukti bahwa pada kenyataannya Hz. Isa Al-Masih as. telah wafat. Kemudian para ulama menulis fatwa bahwa aku layak untuk dibunuh dan mereka memprovokasi melalui risalah-risalah dan kitab-kitabnya bahwa jika bisa membunuh orang ini, akan mendapatkan ganjaran yang besar.” [14]

Tidak hanya para ulama Islam saja yang menentang beliau as. Bahkan beberapa dari tokoh agama lain pun berusaha melawan pendiri Ahmadiyah dengan berbagai cara. Mereka berusaha keras melakukan berbagai rencana jahat terhadap pendiri Ahmadiyah dengan melemparkan tuduhan palsu. Namun berkat pertolongan Allah Ta’ala, Dia selalu menggagalkan rencana jahat mereka dan senantiasa menolong hamba-Nya.

Inilah persamaan yang keempat diantara Nabi Isa as. dengan pendiri Ahmadiyah dimana  yang menjadi musuh dan penentang mereka adalah dari kalangan para ulama.

  • Difitnah dan Dihadapkan ke Pengadilan

Kaum Yahudi masa itu tidak percaya dengan pendakwaan Nabi Isa as. sebagai utusan Tuhan yang dikirim kepada kaum Bani Israil.

”Bagi kaum Yahudi, mereka mempunyai kepercayaan yang kuat bahwa Nabi Isa as. adalah seorang Nabi palsu. Khususnya kaum Farisi, pada waktu itu menuduh beliau as. menentang Kaisar Roma oleh karena beliau as.menyebut dirinya Raja Yahudi.”[15]

 Berbagai upaya dilakukan untuk menggagalkan misi nabi Isa as. Salah satu usaha mereka adalah rencana membunuh Nabi Isa as. dengan cara memfitnahnya dan mengajukannya ke Pengadilan agar divonis dengan hukuman yang berlaku pada zaman itu. Dengan konspirasi jahat yang dilakukan oleh para penentag Nabi Isa as., maka akhirnya kaum Yahudi mengajukan perkara Nabi Isa as. kepada Pilatus, Gubernur Roma di Palestina. Namun Pilatus tidak mendapatkan kesalahan dalam diri Nabi Isa as. dan Guburnur Pilatus pun tidak yakin beliau as. bersalah. Akan tetapi karena Pilatus terpengaruh oleh kegemparan yang dilakukan orang banyak maka, ia menyerahkan Nabi Isa as. untuk disalib. Bahkan dalam satu kesempatan istrinya bermimpi agar suaminya Pilatus jangan ikut campur terhadap perkara Nabi Isa as..

 “Ketika Pilatus sedang duduk di kursi pengadilan, istrinya mengirim pesan kepadanya: ‘Janganah engkau mencampuri perkara orang benar itu, sebab karena dia aku sangat menderita dalam mimpi tadi malam. (Matius 27:19) Mimpi itu ternyata benar dan tepat pada waktunya. Maksudnya berarti bahwa Nabi Isa as. akan diselamatkan dari kematian terkutuk di salib.”[16]  

Begitu juga di masa kehidupan pendiri Ahmadiyah Hz. Mirz Ghulam Ahmad as. dimana para penentang beliau as. berusaha keras menghentikan misi beliau as. dengan segala cara. Untuk mempermalukan dan menghancurkan beliau as. para penentang melakukan konspirasi jahat dengan memfitnah beliau as. telah melakukan kesalahan, sehingga perkaranya bisa diajukan ke meja pengadilan kala itu. Tuduhan yang dilontarkan kepada beliau as. adalah sebagaimana dalam catatan Mirza Bashir Ahmad ra. bahwa Merujuk pada tuduhan bahwa beliau as. terlibat dalam kasus pembunuhan Martyn Clark, beliau as. menulis: 

Kasus ini berawal dari kejadian seseorang bernama Abdul Hamid telah dihasut orang Kristen untuk memberikan pengakuan di hadapan Hakim Ketua di Distrik Amritsar bahwa ia telah diperintahkan untuk membunuh Dr. Henry Martyn Clark, seorang missionaries Kristen. Karenanya Hakim Ketua telah memberikan printah untuk menangkap aku, pada tanggal 1 Agustus, setelah mendengar perintah ini, para penentangku berkumpul di Batala dan Amritsar untuk membuat rancangan dan menyebarluaskan kesaksian yang memberatkan aku.Tetapi dengan rahmat Allah yang terjadi adalah perintah Hakim Ketua itu telah salah sasaran pada saat yang sama Hakim Ketua di Amritsar melihat adanya kejanggalan fakta hukum, kemudian mengirim telegram pada 6 Agustus, ditujukan kepada Hakim Ketua di Gurdaspur bahwa perintah penangkapan itu dibatalkan. Telegram ini membuat kaget semua orang di Gurdaspur. Kemudian Hakim Ketua Gurdaspur mengirim surat panggilan untukku agar hadir di Pengadilan dan memperlakukan aku dengan penuh takzim (hormat) serta menyediakan kursi untukku agar duduk dekat dengannya.

 Nama Hakim Ketua ini adalah Captain M.W. Douglas. Ia seorang yang bijak, cerdas, pribadi yang baik serta segera menyadari bahwa seluruh kasus ini salah dan tidak ada landasan hukumnya. Sebab itu aku membandingkan ia dengan Hakim Pilatus [yang mengadili Nabi Isa as.] bahkan keberanian dan keadilannya jauh melebihi Pilatus. Kemudian dengan rahmat Allah, kejadian berikutnya adalah Abdul Hamid membuat pengakuan bahwa ia telah dibujuk oleh orang-orang Kristen untuk membuat pernyataan bohong. Hakim Ketua meyakini fakta hukum ini dan membuat perintah untuk membebaskan aku dari segala tuntutan dan memberikan ucapan selamat kepadaku dengan tersenyum, segala puji bagi Allah atas semua ini.” (Nuzulul Masih, h. 198-199; Rukhani Khazain Vol.18, h. 576-577)[17]

Itulah persamaan kelima antara Nabi Isa as. dan Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. kedua-duanya telah difitnah dan diajukan ke meja Pengadilan untuk divonis. Namun Allah Ta’ala telah menyelamatkan keduanya dari rencana para penentang mereka. Meskipun Nabi Isa as. mengalami penderitaan harus dinaikan ke tiang salib, namun akhirnya Allah Ta’ala menyelamatkan beliau as. dari kematian terkutuk di atas salib. Sedangkan dengan rahmat Allah Ta’ala pendiri Ahmadiyah sama sekali dibebaskan oleh pengadilan dari semua fitnh dan tuduhan para penentangnya. Sebagaimana dalam Al-Quran Allah Ta’ala berfirman: “Dan mereka, yakni musuh Al-Masih, membuat rencana dan Allah pun membuat rencana; dan Allah adalah sebaik-baik perencana.” (Q.S. Ali-Imran:55 )

  • Dalam Berdakwah tidak Menggunakan Kekerasan

Dalam menyampaikan pesan Tuhan, Nabi Isa as. selalu penuh dengan damai dan kasih sayang. Beliau as. tidak pernah berdakwah kepada kaumnya dengan kekerasan dan pemaksaan. Justru sebaliknya, ketika Nabi Isa as. menyampaikan amanat Tuhan kepada kaumnya, beliau as. mengalami penderitaan yang dilakukan oleh para penentangnya. Ajaran cinta dan kasih sayang selalu dikedepankan oleh Nabi Isa as. dalam menyeru kaum Bani Israil agar kembali kepada Tauhid dan memegang hukum-hukum Taurat. Beliau as. mengalami percobaan konspirasi pembunuhan oleh mereka yang tidak senang terhadap pendakwaan beliau as. sebagai utusan Tuhan. Sesungguhnya Tuhan telah mengutus Nabi Isa as. hanya kepada kaum Bani Israil dan mencari domba-domba Israil yang hilang.

Begitu juga ketika Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. diutus di akhir zaman ini sama sekali tidak pernah menyampaikan dakwahnya dengan kekerasan. Beliau as. dalam menyebarkan misinya lebih condong kepada kecintaan kepada sesama makhluk Tuhan. Sebagaimana dalam Al-Quran, Allah Ta’ala berfirman: “Tidak ada paksaan dalam agama.” (Q.S: Al-Baqarah:257). Di dalam dakwahnya pendiri Ahmadiyah menampilkan keindahan agama  Islam dengan penuh cinta kasih. Sehingga banyak orang  non Muslim yang tertarik kepada Islam dan juga di kalangan umat Islam sendiri banyak yang menjadi pengikut sejati beliau as.

 Bahkan beliau as. mengalami berbagai upaya pembunuhan dari para penentang beliau as. saat itu di India. Berbagai cara dan konspirasi jahat dilakukan oleh musuh-musuh beliau as. untuk menggagalkan pendakwaan beliau as. sebagai utusan Allah Ta’ala di akhir zaman ini. Karena para penentang meyakini bahwa dengan melenyapkannya, maka dakwah beliau as. akan hancur. Namun ternyata beliau as. selalu ditolong oleh Allah Ta’ala dan diberi kesuksesan dalam misinya. Jemaat beliau as. telah sampai ke seluruh pelosok dunia sebagaimana yang dijanjikan Allah Ta’ala kepada beliau as. “Aku akan sampaikan tabligh engkau ke penjuru-penjuru dunia.” Dan dengan motto: ”Love For All, Hatred For None” (Cinta bagi semua tiada kebenciaan bagi siapa pun).

Itulah persamaan yang keenam dalam cara berdakwah Nabi Isa as. dengan Hz.Mirza Ghulam Ahmad as. yakni dalam menyampaikan dakwahnya dengan cara cinta damai dan tidak dengan menggunkan kekerasan.

  • Dalam Kehidupannya tidak Mengalami Peperangan

Nabi Isa as. sejak lahir hingga wafat sama sekali tidak mengalami peperangan. Berbeda dengan keadaan di masa Nabi Musa as. yang mana beliau as. merupakan seorang pemimpin dengan perkasa melawan kekejaman dan kekuasan Raja Firaun untuk membebaskan kaum Bani Israil dari perbudakan kerajaan Mesir pada zaman itu. Sementara dimasa kehidupan Nabi Isa as. sama sekali beliau as. tidak terlibat dalam peperangan untuk menyampaikan dakwahnya.

Begitu juga di masa Nabi Muhmmad saw. beliau saw. dengan sangat gagah berani memimpin pasukan Muslim melawan serangan kaum Qurais yang memusuhi kaum Muslim. Saat itu Islam terpaksa harus mengangkat pedang setelah banyak mengalami kekerasan dari penentang Islam masa itu. Atas izin Allah Ta’ala maka Nabi saw. bersama para sahabat dan pengikutnya beberapa kali menghadapi pertempuran dengan banyak menelan korban baik dari pihak Islam sendiri maupun dari pihak musuh.

Berbeda ketika di masa kedatangan Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. dimana Islam tidak dalam keadaan terancam atau bahaya. Pada masa itu keraajaan Inggris memberikan kebebasan kepada kaum Muslimin di Hindustan untuk menjalankan ibadahnya. Sebagaimana beliau as. bersabda: ”Pemerintahan Inggris sejak masuk ke Punjab segera memberi kebebasan penuh kepada orang-orang Islam untuk menjalankan ibadah agamanya.” [18]

Jadi pada waktu itu beliau as. sama sekali tidak mengalami peperangan atau terlibat dalam pertempuran senjata dengan para penentangnya. Tetapi Beliau as. berjuang membela Islam dengan mengangkat pena untuk menjawab tuduhan-tuduhan yang dilontarkan kepada Islam. Begitu hebatnya beliau as. membela agama Islam dari serangan para musuh Islam dengan tulisan-tulisannya. Oleh karenanya Allah Ta’ala sendiri telah memberi gelar kehormatan kepada beliau as. sebagai Sultanul Qalam (raja pena) sebagaimana beliau as. bersabda:

“Tuhan Maha Kuasa telah menamai aku orang lemah ini, dengan Shultanul Qalam (Raja Pena) dan menyebutkan penaku Zulfiqar dari Ali.” (Al-Hakam, Vol. 5, No. 22, 17 Juni 1901, h.2).

Berkenaan dengan wahyu pena beliau as. disebut Zulfiqar dari Ali, maka beliau as. menjelaskan sbb:

“Pada masanya pedang Zulfiqar berada di tangan Ali ra. (semoga Allah merahmati wajahnya), tetapi Tuhan juga akan menganugerahkan Zulfiqar kepada Imam ini sedemikian rupa sehingga tangannya yang bersinar akan melakukan berbagai hal yang telah dilakukan Zulfiqar pada zaman Ali ra.. Di tangan itu, seakan-akan pedang Zulfiqar Ali ra. (semoga Allah merahmati wajahnya), muncul untuk kedua kali. Ini adalah isyarat bahwa Imam itu akan menjadi Sultanul Qalam (Raja Pena) dan penanya akan melakukan apa yang pernah dilakukan oleh Zulfiqar. Nubuatan dari Ni’matul Wali, (yakni: “Aku melihat tangannya yang bersinar bersenjatakan Zulfiqar”) adalah makna hakiki dari wahyu yang dikaruniakan kepada hamba yang lemah ini yang dicetak 10 tahun lalu dalam Barahin Ahmadiyah.” (Nishan-e-Asmani, h.15, catatan kaki 3)[19]

Inilah persamaan yang ketujuh antara Nabi Isa as. dengan Pendiri Ahmadiyah bahwa semasa hidup keduanya dalam menjalankan amanat Tuhan, mereka tidak mengalami dan tidak terlibat dalam peperangan.

  • Tidak Menjadi Raja atau Memerintah Sebuah Pemerintahan

Nabi Isa as. diutus di kalangan kaum Bani Israil. Ajaran yang ditampilkannya penuh dengan cinta dan kasih sayang. Dalam sejarah perjalanan hidupnya Nabi Isa as. tidak dianugerahi kerajaan duniawi atau menjadi seorang raja dunia yang memiliki harta dan kerajaan yang besar. Nabi Isa as. hidup dengan penuh kesederhanaan dan beliau as. menjalani pengebaraan panjang  ke berbagai tempat untuk mencari domba-domba Israil yang hilang. Oleh karen itu beliau as. sama sekali tidak pernah menjadi raja sebuah kerajaan dunia dan juga tidak memiliki otoritas memerintah sebuah pemerintahan hingga wafatnya.  Melainkan ketika itu beliau as. hidup dalam kekuasaan kerajaan Romawi yang menguasi negeri kelahirannya.

Begitu juga pendiri Ahmadiyah, Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. selama hidupnya sama sekali tidak memiliki kerajaan atau pemerintahan duniawi. Beliau as. juga tidak menjadi seorang raja yang memiliki kerajaan besar. Beliau as. hanya memiliki para pengikut rohani yang setia. Beliau as. pun tidak memiliki otoritas kekuasaan dalam sebuah pemerintahan. Melainkan beliau as. hidup dimasa itu Hindustan dalam kekuasaan pemerintah Inggris.

Inilah  persamaan yang kedelapan diantara Nabi Isa as. dan pendiri Ahmadiyah. Kedua-duanya bukan raja dunia dan tidak memiliki kerajaan dunia serta tidak memerintah sebuah pemerintahan. Melainkan mereka telah dianugrahi kerajaan rohani oleh Allah Ta’ala.

  • Dilahirkan di Negeri Jajahan

Setelah Palestina lepas dari jajahan Mesir akhirnya pada tahun 63 SM Palestina jatuh ke tangan penjajahan bangsa Romawi. Pada zaman itulah Allah Ta’ala mengutus Nabi Isa as. ke pada kaum Bani Israil. Nabi Isa as. lahir di Betelehem, Palestina. Pada masa kelahiran Nabi Isa as, daerahnya itu ada dalam penjajahan Romawi. Bangsa Romawi telah menguasai Palestina sebagai negeri jajahannya dalam kurun waktu yang panjang.

      Begitu Juga Hindustan yang pada saat kelahiran pendiri Ahmadiyah lahir di sebuah kampung bernama Qadian di daerah Punjab. Negeri itu berada di bawah jajahan bangsa Inggris yang menguasai hingga 200 tahun dan akhirnya merdeka pada tahun 1947. Sebelumnya Hindustan dikuasai oleh Bangsa Sikh yang memerintah dengan sangat keras dan memberikan kesulitan yang berat kepada rakyatnya dalam beribadah. Namun ketika bangsa Inggris datang mengambil alih kekuasaan di Hindustan. Kerajaan Inggris memberikan kebebasan kepada orang Islam untuk menjalankan peribadatan orang-orag Islam.  Sekarang negeri ini bernama India.

      Inilah persamaan kesembilan antara Nabi Isa as. dan Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. dimana mereka berdua lahir dan diutus di sebuah negeri jajahan. Yakni Nabi Isa as. lahir  disaat negerinya dijajah oleh bangsa Romawi dan pendiri Ahmadiyah juga lahir di negeri yang saat itu dijajah oleh bangsa Inggris.

Tentu saja peristiwa ini bukan sebuah kebetulan, tetapi ini semua merupakan rencana Allah Ta’ala yang di dalamnya mengandung sebuah rahasia. Dimana Nabi Isa as. dan pendiri Ahmadiyah memiliki beberapa persamaan. Sehingga Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. disebut oleh Allah Ta’ala sebagai Al-Masih juga. Di akhir tulisan ini pendiri Ahmadiyah memberikan nasihat kepada para pengikutnya sebagai berikut: “Saat ini aku perintahkan secara khusus kepada Jemaatku yang telah menerimaku sebagai Al-Masih yang dijanjikan, agar mereka senantiasa menjuhkan diri dari kebiasaan-kebiasaan yang buruk. Tuhan telah mengutusku sebagai Al-Masih yang dijanjikan dan mengenakan jubah Al-Masih Ibnu Maryam padaku.Oleh karena itu, aku menasihatkan kepada kalian, jauhilah kejahatan dan bersimpatilah kepada sesama. Sucikanlah hati kalian dari sifat dendam dan iri hati supaya kalian menjadi layaknya seperti para malaikat.[20]  

Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan hidayah-Nya kepada kita semua. Aamiin []

-oOo –

File: Artikel. csn. 15.11.2020


[1] Al-Masih di Hindustan, Neratja Press, 20017, h.xxvii

[2] Ijalah Auham: Tadhkirah, Neratja Press, 2014, h. 172

[3] Keberkatan doa, Hz.Mirza Ghulam Ahmad as.Neraja Press, 2015, h. 61

[4] Kemenangan Islam ,Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. JAI, 1987, h. 14

[5] Menghapus Suatu Kesalahan, Hz. Mirza Ghulam Ahmad as, Neratja Press, 2015, h. 9

[6] Menghapus Suatu Kesalahan, Hz. Mirza Ghulam Ahmad as, Neratja Press, 2015, h. 10

[7] Syahadatul Quran, Hz.Mirza Ghulam Ahmad as, Neratja Press, 2019, h. 152

[8] Khabar Suka, Mhmud Ahmad Cheema, JAI, 2001,h.73

[9] Riwayat Hidup Mirza Ghulam Ahmad, Hz. Mirza Basyiruddin Mahmud hmad, JAI, 1995, h.1

[10] Keberkatan doa, Hz.Mirza Ghulam Ahmad as.Neraja Press, 2015, h. 51

[11] Kemenangan Islam, Hz. Mirza Ghulam Ahmad as, JAI, 1987, h.12

[12] Misykat, Jd. I, Kitab Al-Ilm, no. 276, Dar Al-kutub al’ilmiyah, Berut, 2003

[13] Khabar Suka,Mahmud Ahmad Cheema, JAI, 2001, h. 83)

[14] Tiryqul Qulub, Hz. Mirza Ghulam Ahmad as. Nertaja Press, 2019, H.436

[15] Kematian di Atas salib, Abdul Atta Jalandarhri, JAI, 1998, h.3

[16] Kematian di Atas salib, Abdul Atta Jalandarhri, JAI, 1998, h.7-8

[17] Tadhkirah, Nerajta Press, 2014, Catatan Kaki, h. 280

[18] Pemeritahan Inggris dan Jihad, Hz. Mirza Ghulam Ahmad, Nertja Press, 2019, h.34

[19] Tadhkirah,Hz.Mirza Ghulam Ahmad, Neratja Press, 2014, h.66, catatan kaki no.106

[20] Pemerintahan Inggris dan Jihad, Hz. Mirza Ghulam Ahmad, Neratja Press, 2019, h.17

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *