Penyaliban ‘Īsāas Tersebut dalam Hadis?
Kebanyakan kaum muslimin beranggapan bahwa Nabī ‘Īsā Al-Masīḥas tidak dibunuh dan tidak disalib, tetapi diangkat oleh Allah ke hadirat-Nya. Mereka juga berkeyakinan bahwa beliau sampai sekarang masih hidup di langit dan kelak akan turun di akhir zaman untuk membunuh Dajal.
Namun, pernahkan terbersit dalam pikiran kita bahwa Nabi MuḥammadSAW pernah memberikat isyarat tentang penyaliban ‘Īsāas dalam berbagai hadis? Dalam kitab yang paling otentik setelah Alquran Suci, yaitu Al-Jāmi‘ aṣ–Ṣaḥīḥ karya Imam Abū ‘Abdillāh Muḥammad bin Ismā‘īl Al-Bukhārī atau yang biasa dikenal dengan nama Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, disebutkan:
حدثنا عمر بن حفص؛ حدثنا أبي؛ حدثنا الأعمش؛ قال: حدثني شقيق؛ قال عبد اللّٰه: كَأَنِّيْ أَنْظُرُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَحْكِيْ نَبِيًّا مِّنْ الْأَنْبِيَاءِ، ضَرَبَهُ قَوْمُهُ فَأَدْمَوْهُ وَهُوَ يَمْسَحُ الدَّمَ عَنْ وَّجْهِهِ وَيَقُوْلُ: اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِيْ فَإِنَّهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ.
“‘Umar bin Ḥafṣ menceritakan kepada kami; Ayahku menceritakan kepada kami; Al-A‘masy menceritakan kepada kami; ia berkata: Syaqīq menceritakan kepadaku; ia berkata: Ḥaḍrat ‘Abdullāh bin Mas‘ūdra berkata: Aku masih melihat seolah-olah Ḥaḍrat NabīSAW tengah menceritakan kisah salah seseorang dari kalangan para nabi. Kaum beliau memukul beliau hingga membuat beliau berdarah. Lantas, beliau pun mengusap darah dari wajah beliau seraya berdoa: Wahai Allah! Ampunilah mereka karena mereka tidak mengetahui.”[1]
Siapakah nabi yang disebut dalam riwayat di atas? Al-Ḥāfiẓ Ibnu Ḥajar Al-‘Asqalānī dalam Fath al-Bārī menyatakan bahwa beliau sendiri tidak mengetahui secara pasti siapa nama nabi itu. Beliau berpendapat, itu bisa saja Nūḥas, tetapi bisa juga salah seorang di antara nabi-nabi Banī Isrā’īl. Beliau mengakatan:
ويعكر عليه أن الترجمة لبني إسرائيل، فيتعين الحمل على بعض أنبيائهم.
“Kisah ini bisa saja terjadi pada Banī Isrā’īl. Oleh karena itu, kemungkinan ini adalah kisah beberapa nabi mereka.”[2]
Pertanyaannya, “Adakah salah seorang nabi ibrani yang memiliki kisah seperti itu?” Ya, ada, dia adalah ‘Īsā bin Maryamas! Sebelum dinaikkan ke palang salib, kepala beliau dipukul dengan tongkat oleh para prajurit Romawi. Dalam Alkitab, Kita membaca:
“Mereka memukul kepala Yesus dengan tongkat lalu mereka meludahi Dia dan bersembah sujud di hadapannya. Sesudah mempermainkan Yesus, mereka membuka jubah ungu itu lalu mengenakan kembali pakaiannya sendiri. Kemudian ia dibawa ke luar untuk disalibkan.”[3]
Dalam perjalanan menuju bukit Golgota, beliau didatangi Veronica yang diidentifikasi sebagai Martha of Bethany. Martha menawarkan sebuah kain lalu beliau pun mengambilnya. Beliau mempergunakannya untuk mengusap dan menyeka darah dari wajah beliau.[4]
Bagian ketiga dari hadis di atas yang sesuai dengan kisah Nabī ‘Īsāas adalah doa beliau sewaktu dinaikkan di tiang salib. Dalam Alkitab, termaktub doa:
“Bapa, ampunilah mereka! Mereka tidak tahu apa yang mereka buat.”[5]
Dengan demikian, patahlah sudah anggapan bahwa Nabī ‘Īsāas tidak dinaikkan ke tiang salib, tetapi diangkat oleh Tuhan ke haribaan-Nya. Nabi MuḥammadSAW sendiri yang menjustifikasi kebenaran hal ini dengan isyarat beliau yang latif lagi halus. Perlu diketahui, kisah-kisah naiknya ‘Īsāas ke langit tidaklah bersandar pada hadis-hadis muttaṣil yang bersambung secara langsung kepada RasūlullāhSAW. Demikian juga, terdapat perselisihan yang cukup tajam antara satu riwayat dengan yang lainnya. Oleh karena itu, ‘Allāmah Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah mengemukakan:
وأما ما يذكر عن المسيح أنه رفع إلى السماء وله ثلاث وثلاثون سنة فهذا لا يعرف له أثر متصل يجب المصير إليه.
“Adapun cerita-cerita tentang Al-Masīḥas bahwa beliau diangkat ke langit pada usia 33 tahun, tidak dikenal baginya satupun hadis muttaṣil yang mewajibkan Kita untuk meyakininya.”[6]
Kenyataan ini membuat kita mesti memberikan reinterpretasi terhadap ayat وَمَا قَتَلُوْهُ وَمَا صَلَبُوْهُ وَلٰكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan tidak membunuh, tidak menyalib, dan diserupakan bagi mereka?
Verba, “Tidak membunuh,” di sini sejatinya adalah untuk menegasikan klaim orang-orang Yahudi, “Sesungguhnya, Kami telah membunuh ‘Īsā bin Maryamas.” Seolah-olah Allah berseru kepada orang-orang Yahudi bahwa jangankan mereka membunuh ‘Īsaas, yakni membuatnya mati, menyalibkan beliau saja mereka tiada berhasil. Oleh karena itu, sungguh sangat memalukan diri mereka itu!
Selanjutnya, kita masuk dalam pembahasan tentang verba, “Tidak menyalib.” Apa hakikat penyaliban itu? Dalam Alquran, kita membaca:
لَأُقَطِّعَنَّ أَيْدِيَكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ مِّنْ خِلَافٍ ثُمَّ لَأُصَلِّبَنَّكُمْ أَجْمَعِيْنَ ﴿﴾
“Pasti akan Kupotong tangan dan kakimu secara bersilangan. Kemudian, pasti akan Kusalib kalian semuanya.”[7]
فَلَأُقَطِّعَنَّ أَيْدِيَكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ مِّنْ خِلَافٍ وَّلَأُصَلِّبَنَّكُمْ فِي جُذُوْعِ النَّخْلِ ﴿﴾
“Oleh karena itu, pasti akan Kupotong tangan dan kaki kalian secara bersilangan dan pasti akan Kusalibkan kalian pada batang-batang kurma.”[8]
Berdasarkan kedua ayat ini, jelas bahwa yang namanya penyaliban tidak hanya menaikkan tubuh seseorang ke palang salib, tetapi juga memotong kedua tangan dan kakinya. Bila tangan dan kakinya tidak dipotong, tidak dapat dikatakan bahwa seseorang telah disalib. Inilah yang berlaku pada Al-Masīḥas. Prajurit-prajurit Romawi tidak mematahkan kedua kaki beliau sebagaimana yang mereka lakukan kepada kedua penyamun di kedua sisi beliau. Tercantum dalam Alkitab:
“Tetapi, ketika mereka sampai kepada Yesus dan melihat bahwa ia telah mati, mereka tidak mematahkan kakinya, tetapi seorang dari antara prajurit itu menikam lambungnya dengan tombak dan segera mengalir keluar darah dan air.”[9]
Sungguh hebat cara Allah dalam menyelamatkan Sayyidunā ‘Īsāas dari kematian di atas salib! Dia menampakkan beliau seolah-olah sudah mati untuk mengelabui mata para prajurit Romawi. Sejatinya, beliau hanya pingsan setelah meminum vinegar. Seusai diturunkan dari salib pun, beliau diobati oleh Yusuf Arimatea dan Nikodemus dengan rempah-rempah[10] agar luka-luka beliau cepat pulih sehingga, pada akhirnya, beliau kembali siuman pada hari ketiga dan mampu berjalan dari Yerusalem ke Galilea yang berjarak 70 mil.
Inilah rahasia dari firman وَلٰكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ. Ia tidak berarti bahwa Nabi ‘Īsāas diserupakan dan diganti dengan orang lain. Mengapa? Karena, di sana tidak ada huruf ب sebagai ḥarf al-jarr li al-isti‘ānah yang berfungsi untuk menginformasikan seseorang yang menjadi objek dari penyerupaan wajah Nabī ‘Īsāas. Dengan demikian, hal itu mensignifikasikan keumuman, yakni bahwa Nabī ‘Īsāas diserupakan kondisinya seolah-olah beliau telah mati sebagai seorang maṣlūb.
Kesimpulannya, Ḥaḍrat ‘Īsāas memang benar-benar dinaikkan ke tiang salib, tetapi beliau tidak sampai wafat di sana. Allah menyelamatkan beliau dari kematian laknat dan pada akhirnya memberikan beliau usia yang panjang nan beberkat hingga 120 tahun sebagaimana yang dikabarkan oleh hadis:
وَأَخْبَرَنِيْ أَنَّ عِيْسَى بْنَ مَرْيَمَ عَاشَ عِشْرِيْنَ وَمِائَةَ سَنَةً.
“Dan Jibrīlas mengabarkan kepadaku bahwa ‘Īsā bin Maryamas hidup selama 120 tahun.”[11]
Semoga bermanfaat!
[1] Ṣaḥīḥ al-Bukhārī, Kitāb Aḥādīts al-Anbiyā’, Bāb Ḥadīts al-Ghār, no. 3477.
[2] Al-Ḥāfiẓ Ibnu Ḥajar Al-‘Asqalānī, Fath al-Bārī Syarḥ Ṣaḥīḥ al-Bukhārī v. 6 (Riyadh: Fahrasat Maktabat al-Malik Fahd, 2001 M/1421 H), h. 602.
[3] Markus 15:19-20.
[4] Kisah Veronica atau yang disebut sebagai Martha dari Betania ini memang tidak dijumpai dalam Alkitab. Akan tetapi, ini bersumber dari satu tulisan apokrif yang berjudul “Mors Pilati”.
[5] Lukas 23:34.
[6] Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Zād al-Ma‘ād Fī Hadyi Khair al-‘Ibād v. 1 (Beirut: Mu’assasat ar-Risālah, 1998 M/1418 H), h. 82.
[7] Q.S. 7:125.
[8] Q.S. 20:72.
[9] Yohanes 19:33-34.
[10] Rempah-rempah ini dalam kepustakaan kedokteran klasik dikenal dengan berbagai nama: Marham ‘Īsā, Marham ar-Rusul, dan Marham al-Ḥawariyyīn. Ḥaḍrat Masīḥ Mau‘ūdas bersabda dalam Masīḥ Hindustān Mein bahwa ada lebih dari 30 kitab klasik kedokteran yang memuat pembahasan mengenai marham ini dan khasiatnya.
Di bawah ini Saya berikan dua contoh:
Pertama, Abū al-Munā Dāūd bin Abī an-Naṣr atau yang biasa dikenal dengan nama Al-‘Aṭṭār Al-Hārūnī, seorang ahli farmasi abad ke-7 Hijriah, menerangkan dalam kitab Minhāj ad-Dukkān Wa Dastūr al-A‘yān Fī A‘māl Wa Tarākīb al-Adwiyah An-Nāfi‘ah Li al-Abdān:
“Marham ar-Rusul: Ini adalah Marham al-Ḥawariyyīn. Disebut juga dalam bahasa Ibrani Marham asy-Syallāḥīn, artinya sama dengan Marham ar-Rusul. Marham ini memiliki khasiat menyembuhkan luka-luka yang busuk dan borok-borok yang buruk, kronis, dan berkepanjangan.”
Kedua, Ibnu Sīnā atau yang terkenal dengan julukan Avicenna di dunia Barat menulis dalam Al-Qānūn Fī aṭ-Ṭibb:
“Marham ini berkhasiat memperbaiki fitula dan scrofula yang kritis. Marham ini juga berkhasiat menghilangkan dan menyembuhkan luka-luka dari daging yang mati dan nanah. Dikatakan bahwa marham ini adalah 12 obat buatan 12 ḥawāriyyīn.”
[11] Musykil al-Ātsār Li Abī Ja‘far Aṭ–Ṭaḥawī Al-Ḥanafī, no. 1937.
[11] Musykil al-Ātsār Li Abī Ja‘far Aṭ–Ṭaḥawī Al-Ḥanafī, no. 1937.